cerita seks budak seks

Tidakterasa sudah 3 minggu berlalu semenjak kejadian di puncak, ketika pada suatu malam telepon kami berdering. Audrey mengangkat telepon dan terlihat berbicara dengan serius dengan orang di seberang telepon itu. Setelah 10 menit berbicara, Audrey menutup telepon dan dengan muka pucat menghampiriku. CeritaSeks - Menjadi Budak Seks Tante Girang. Aku termenung di dalam kamar apartemenku, kembali aku membayangkan tentang kisah hidupku aku yang berasal dari kampung kini dapat menikmati hidup mewah di kota besar seperti Jakarta. Dengan berbagai fasilitas yang begitu memadai bahkan aku dapat melanjutkan kuliahku di kota ini, padahal pergi ke Budaksekolah - 5. 17.53 Negeri jiran. Aku semakin menggila. Tak puas kuramas lalu mulutku mulai menjilati kedua buah dadanya secara berganti-ganti. Seluruh permukaan buah dadanya basah. Kugigit-gigit lembut puting-puting buah dadanya secara bergantian sambil kuramas-ramas sampai Lisa berteriak kecil kesakitan. "Bangg.. Tapisekarang dengan perannya sebagai budak seks yang dikuasai tuannya dia terpaksa melakukannya. "Tuannya" menyetubuhinya sambil menampar-nampar pantatnya. Bongkahan pantatnya terguncang-guncang dan payudaranya yang menggantung bergoyang-goyang. Kumpulancerita seks,panas,dewasa untuk meningkatkan kesehatan, menambah daya ingat, dan mendatangkan inspirasi Home » Negeri jiran » Budak sekolah - 2 Budak sekolah - 2 Cerita Seks Melayu vidjo seks, seks shqip, seks vidjo, seks budak melayu, videos seks melayu, youtube videos seks, 3gp melayu seks, Cerita Sek Ku Perkosa Ibu menceritakan bagaimana bos aku perangkap aku dan ugut isteri aku minh thương dễ tránh yêu thầm khó phòng. Chaper 1 Awal Mula Namaku Tania, 23 tahun. Saat ini aku merupakan mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas ternama di Bandung. Tubuhku tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 160 cm. Dengan berat badan 50 kg, badanku memiliki lekuk tubuh yang lumayan seksi. Sekarang aku merupakan mahasiswi tingkat akhir. Mengambil jurusan teknik, aku harus melakukan berbagai penelitian dengan biaya yang tentunya tidak sedikit. Karena aku termasuk orang yang hobi belanja dan jalan-jalan, seringkali uang jajanku habis dalam sekejap. Hal ini membuat tugas akhirku berjalan dengan sangat lamban. Awalnya aku santai-santai saja, tapi setelah aku sadar bahwa aku hanya punya sisa waktu satu semester, aku mulai kewalahan. Kalau aku tidak berhasil lulus di semester depan, aku akan di-DO oleh pihak kampus. “Duh, gue bingung nih Nat.” curhatku pada sahabatku, Natalia. “Duit gue udah abis buat belanjabelanja kemaren.” “Elo sih Tan, susah dikasihtau. Udah gue bilang kan, gak usah keseringan belanja. Liat tuh sekarang.” “Ya gimana lagi. Liat nih tas gue, lucu kan?” aku memamerkan tas Gucci baruku pada Natalia. Natalia memutar bola matanya. “Terus sekarang lo mau gimana? Ngelelang tas Gucci lo gitu?” “Enak aja ogah gue ” aku cemberut pada ide Natalia “Gak ada cara lain apa?” Natalia menaikturunkan bahu. “Gak ada yang instan, Tan. Mending lo ngomong dulu sana sama dosbing lo kalo duit lo abis.” Ah, benar juga, pikirku. Aku belum mencoba mendiskusikan hal ini pada dosen pembimbingku. “Yaudah deh gue temuin dosbing gue ntar. Kalo gue gak dapet keringanan, gue pinjem duit lo ya Nat.” “Kurang ajar emang lo.” - Aku berdiri di depan ruangan dosen pembimbingku. Setelah mengumpulkan tekad dan mempertimbangkan kata-kata apa yang akan aku kemukakan, aku berniat untuk menemui beliau. Aku mengetuk pintu tiga kali dan menunggu dengan gelisah. “Ya, masuk.” Aku merapal kalimat-kalimat penguat di dalam hati. Duh, semoga saja dosen pembimbingku tidak marah. Aku membuka pintu ruangan perlahan. Dosen pembimbingku sedang memeriksa berkas ketika aku masuk ke dalam ruangan. “Sore, Pak.” aku sedikit membungkukkan tubuh untuk memberi hormat. “Sore, nak Tania. Silakan duduk.” Aku tersenyum dalam hati karena ternyata dosen pembimbingku masih ingat namaku. Padahal aku sudah lama tidak bimbingan. Dosen pembimbingku bernama Pak Darmawan. Umurnya sepertinya tidak jauh dengan mamaku, sekitar 50 tahunan. Beliau termasuk ke dalam jajaran dosen senior yang dihormati oleh civitas kampus. Topik yang kuambil merupakan topik yang sesuai dengan keahlian beliau, jadi aku memilih beliau sebagai dosen pembimbingku. “Ada apa, nak Tania?” “Begini, Pak.” aku terdiam sejenak. “Duh, mulai dari mana ya…” “Masalah tugas akhir?” “Iya, Pak. Anu, saya…” masih menunggu dengan sabar, sementara aku merutuki diriku sendiri yang tibatiba seperti ini. “Ada masalah apa, nak Tania?” Pak Darmawan akhirnya bertanya sekali lagi. “S-Saya tidak ada biaya untuk melakukan penelitian, Pak.” aku menunduk malu. Pak Darmawan menghela nafas. “Saya pikir kamu ingin mengundurkan diri dari universitas ini. Sudah lama sekali kamu tidak bimbingan.” “Maaf, Pak.” aku semakin menunduk. “Saya janji saya akan menyelesaikan skripsi saya kalau Bapak mau memberi keringanan.” “Jelas saja kamu harus menyelesaikan skripsi semester depan kalau tidak mau di-DO.” Oh, tidak, pikirku. Pak Darmawan pasti akan marah besar sebentar lagi. “Begini sajalah.” Pak Darmawan membuka buku catatannya yang bersampul kulit. “Kalau kamu ganti topik, bagaimana?” Aku takut-takut menengadahkan kepala untuk menatap Pak Darmawan. “G-Ganti topik, Pak?” “Iya, ganti topik.” Pak Darmawan membuka lembar-lembar catatannya. “Jadi kamu tidak perlu melakukan penelitian di lab.” “Maksud bapak?” “Kamu ambil data dari proyek saya saja. Biaya perjalanan selama proyek saya tanggung karena kamu akan membantu saya dalam pengambilan data. Bagaimana?” Aku terperangah. Alasanku memilih Pak Darmawan adalah agar aku tidak perlu terjun ke lapangan hanya untuk melakukan penelitian. Tahu begini, lebih baik aku memilih dosen pembimbing lain saja. “Bagaimana, nak Tania?” Terdesak, aku mengiyakan tawaran Pak Darmawan. “I-Iya Pak, ganti topik saja.” “Ya sudah, bagus.” Pak Darmawan menutup kembali buku catatannya. “Saya harus mengoreksi berkas ujian dulu. Kamu datang saja ke rumah saya nanti malam pukul sembilan. Alamatnya nanti saya WA.” “Baik, Pak Mobilku berhenti di sebuah rumah di komplek perumahan mewah. Turun dari mobil, aku memencet bel rumah bernomor 27 yang ada di hadapanku. Wah, ternyata boleh juga berkarir sebagai dosen yang menerima banyak proyek seperti Pak Darmawan. Seorang lelaki yang kuperkirakan merupakan supir Pak Darmawan membukakanku pagar. “Mau ketemu Bapak ya, neng?” tanyanya. “Iya.” jawabku sambil tersenyum manis. “Bapaknya ada?” “Ada di dalam.” lelaki itu balas tersenyum padaku. “Mobilnya mau saya bantu parkirin, neng?” “Boleh Pak. Makasih ya.” Setelah mengambil tas dari dalam mobil, aku berjalan menuju pintu rumah Pak Darmawan yang saat itu tidak tertutup. “Eh, nak Tania. Masuk sini.” “Iya, Pak.” Berbanding terbalik dengan kebiasaannya di kampus, Pak Darmawan terlihat lebih santai di rumahnya. “Sebentar ya, saya ambil minum dulu.” “Eh nggak usah Pak, saya nggak haus.” “Gak apa-apa, santai aja sama Bapak.” Pak Darmawan kemudian pergi ke dapur, sementara aku melihat-lihat ke sekeliling ruang tamu. Aku baru tahu ternyata Pak Darmawan punya tiga orang anak yang semuanya laki-laki. “Silakan diminum, nak Tania.” Pak Darmawan menaruh dua gelas sirup di hadapan kami. “Terima kasih Pak.” Demi kesopanan, aku meneguk minumanku sedikit, lalu menaruh gelasnya kembali di meja. “Jadi bagaimana Pak tentang topik saya?” “Sebenarnya begini, nak Tania. Lokasi proyek saya ini ada di Sulawesi Utara. Untuk mencapai lokasi proyek saya, kita harus menempuh perjalanan delapan jam dari bandara dengan menggunakan mobil. Belum lagi kalau ternyata hujan, perjalanan bisa jadi lebih lama. Kita juga tidak menginap di hotel, tapi di rumah-rumah warga.” Pak Darmawan menjelaskan. “Nak Tania mau Mendengar kata-kata itu, kepalaku pusing. Akan jadi apa aku nantinya jika aku harus ke pelosok seperti itu? “Tidak ada pilihan lain, Pak?” “Lah kan nak Tania sendiri yang bilang kalau tidak punya uang untuk penelitian di lab.” “Iya Pak, maksud saya, selain itu…” “Sebenarnya sih ada yang lebih gampang, kamu mau nggak?” “Kalau lebih mudah, saya mau Pak.” “Begini.” Pak Darmawan tiba-tiba berpindah tempat duduk ke sebelahku.”Kamu udah pernah ngeseks belum?” “Maaf, Pak?” Mungkinkah aku salah dengar? “Kamu udah pernah nge-seks belum?” “P-Pak, m-maaf Pak, saya—” “Mau lulus nggak?” suara Pak Darmawan meninggi. “M-Mau Pak.” “Nih, saya kasih pilihan yang paling gampang. Tapi jawab dulu pertanyaan saya tadi. Kamu udah pernah ngentot belum?” Aku terkaget-kaget dengan Pak Darmawan yang tiba-tiba saja berkata vulgar seperti itu. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa seseorang yang kuhormati sebagai dosen akan berkata seperti itu padaku. “I-Iya Pak.” “Jawab yang bener.” “Udah pernah Pak. Udah pernah.” “Udah pernah apa?” “N-Nge-seks.” Pak Darmawan tersenyum mesum. “Udah Bapak duga, kamu tuh lonte.” “Eh enggak Pak, saya—“ “Kalau bukan lonte kenapa udah berani ngentot sebelum nikah?” Pak Darmawan mendekatkan mukanya pada mukaku. “Mana kamu nggak punya pacar. Ngentot sama siapa kamu?” Sialan. Tahu dari mana Pak Darmawan kalau aku nggak punya pacar tiga tahun terakhir? “Jawab Bapak. Ngentot sama siapa kamu?” “S-Sama… Sama temen Pak.” jawabku pelan. Aku tidak sepenuhnya berbohong. Keperawananku bahkan diambil oleh mantan FWB-ku dua tahun lalu, bukan oleh mantan pacarku. FWB tergolong ke dalam hitungan teman, kan? “Oh sama temen. Enak ya temen doang dikasih jatah.” Aku mulai merinding saat tangan Pak Darmawan mulai merayap ke pahaku. “Pak, jangan Pak. Saya nggak mau.” “Nggak mau? Nggak mau kamu bilang?” Pak Darmawan tiba-tiba saja mencengkram daguku dengan kuat. “Nggak mau gara-gara saya tua? Hah?” “Ampun Pak, ampun.” aku berkata dengan susah payah. Tanganku berusaha melepaskan cengkraman tangan Pak Darmawan, tapi tenaganya sangat kuat. “Gilang! Bagas! Bantu Bapak.” Aku panik. Pak Darmawan barusan memanggil dua orang lelaki yang bahkan aku tidak tahu siapa. Aku masih berusaha berontak saat dua orang lelaki yang sebaya denganku menghampiri kami. “Pegangin ini lonte. Bawa ke kamar.” “J-Jangan Pak! Pak Darmawan!” Aku berusaha menghindar dari dua orang tersebut sebelum tersadar akan sesuatu. “B-Bagas?” “Iya, Tania. Ini gue. Nyesel dulu mutusin gue?” Itu Bagas, mantan pacarku yang dulu kuputuskan tiba-tiba secara sepihak. Aku yang kaget hanya bisa berontak sambil berteriak-teriak walaupun rasanya mustahil seseorang akan menyelamatkanku. Tubuhku yang kecil diseret paksa oleh ketiganya ke dalam sebuah kamar tidur berukuran besar. “Nah, sekarang iket tuh lonte di kursi.” Aku merinding sejadi-jadinya. Dosen pembimbingku yang selama ini aku hormati kini sedang melecehkanku. Lelah karena meronta dan berteriak-teriak, aku mulai menangis. “Jangan iket gue! Gue mau pulang!” “Diem lo lonte!” suara Bagas meninggi sambil tetap mengikat kedua pergelangan tanganku eraterat dan menyatukannya dengan kursi. Sementara itu, orang yang kuyakini sebagai Gilang berusaha menekan tubuhku hingga aku terduduk dan tidak bisa berdiri. Mereka berdua lalu mengikat kakiku di kaki-kaki kursi sehingga pahaku yang hanya dibalut oleh rok mulai terekspos. “Bagus. Kalau gini kan lebih cocok.” Aku menangis sesenggukan. Bukannya aku tidak suka seks, aku hanya tidak mau kalau harus dipaksa seperti ini. Apalagi Pak Darmawan sudah berumur, pasti rasanya tidak enak kalau aku harus berhubungan seks dengannya. “Kaget kenapa ada Bagas?” Tanya Pak Darmawan. Aku tidak menjawab. “Ditanya tuh jawab, bego!” kali ini Gilang yang bersuara. “Udah deh, biar cepet, gue cerita aja.” Bagas kembali bersuara. “Abis putus dari lo, gue kenalan ama cewe yang juga temennya Gilang. Katanya lo jadi mahasiswi bimbingan bokapnya Gilang, ya udah gue sekalian cerita aja seberapa murahannya lo ke dia. Gak salah tuh lo ngewe sama orang yang bahkan bukan pacar lo? Selangkangan diobral gitu kaya barang jualan.” Aku terdiam dengan muka memerah. Memang dulu aku sempat berkata pada Bagas agar tidak mengejar-ngejarku lagi dengan mengatakan bahwa aku sudah tidak perawan setelah putus dengannya. Tidak kusangka bahwa perkataanku akan menjadi bumerang hari ini. “Emang barang jualan kali memek dia.” Gilang menimpali. “Liat aja tuh, mau ketemu bokap gue sok-sok pake rok segala. Biar gampang dibuka kali tuh.” Hari ini aku memang sengaja mengenakan flared skirt selutut agar terkesan manis namun tetap sopan. Aku juga mengenakan blazer walaupun hanya memakai tank top sebagai dalaman. Tahu begini, lebih baik tadi aku pakai celana bahan saja. “ Jadi, Tania, sebenernya Bapak gak punya proyek buat ditawarin sama kamu.” Otakku pusing, terlalu banyak hal yang harus aku cerna hari ini. “ “Bapak butuh kamu buat jadi budak seks Bapak sama anak Bapak. Jadi, kamu gak usah buat skripsi. Bapak punya kenalan yang bisa ngebantu nulisin skripsi buat kamu. Tugas kamu cuma ngewe.” Aku terperangah. Di satu sisi, aku senang karena aku tidak perlu mengerjakan skripsi. Di sisi lain, aku takut karena sepertinya Pak Darmawan memiliki fantasi seksual yang aneh-aneh. “Bagaimana, nak Tania? Mau jadi budak seks Bapak?” tanya Pak Darmawan lembut. Aku takut-takut melihat ke arah mereka bertiga. “B-Bagas?” “Gue? Gue sih ogah ngentotin memek mantan murahan kaya lo.” Bagas mendecih meremehkan. “Lagian gue udah dapet duit dari Pak Darmawan karena udah ngasih informasi tentang lo.” Oh, ternyata aku benar-benar dijual oleh mantanku. Dasar sialan. “Bagaimana? Mau?” “Bilang aja mau, udah. Gak usah jual mahal lo.” Gilang ikut-ikutan mengompori. Dengan menahan malu, aku mengangguk pelan lalu menundukkan kepala. “Jawab yang sopan, ******!” Gilang tiba-tiba saja menampar pipiku. “I-Iya. Gue mau.” “Jawab yang bener!” kali ini Gilang menjambak rambutku hingga wajahku menengadah. “I-Iya, gue mau jadi budak seks kalian berdua.” “Nah, gitu dong.” Gilang menghempaskan jambakan rambutku sekaligus, membuatku hampir terhuyung ke arah depan. “Kalau gitu, sekarang lo tanda tangan ini.” Bagas tiba-tiba menyerahkan selembar kertas dan sebuah bolpoin ke hadapanku. “Buruan!” “T-Tangan gue—“ “Iya ini lagi gue lepas, bego.” Gilang melepas sebelah ikatan tanganku dan menahan sebelah tanganku agar tidak lepas. Aku sempat membaca sekilas isi perjanjian yang disodorkan padaku. Intinya, perjanjian tersebut berisi pernyataan bahwa aku bersedia menjadi budak seks Pak Darmawan dan Gilang selama enam bulan dan tidak memberitahukan masalah ini pada orang lain. Perjanjian itu juga mengungkapkan bahwa aku bersedia hidupku diatur oleh mereka berdua. Ternyata mereka sudah mempersiapkan hal ini matang-matang. Bagas menarik kertas tersebut dari hadapanku setelah aku selesai menandatanganinya. Dengan seringai licik, Bagas menatapku dengan tatapan meremehkan. “Ada gunanya juga gue punya mantan lonte murahan kaya lo.” Bagas terkekeh. “Makasih duitnya. Gue cabut dulu.” Setelah berpamitan dengan Pak Darmawan dan Gilang, Bagas keluar ruangan dengan berkas yang tadi kutandatangani. Mungkin dia berpikiran bahwa aku akan merebut berkas tersebut kalau-kalau berkas itu ditinggal di sini. “Sekarang, lo udah resmi jadi lonte kita.” Gilang melepas seluruh tali yang mengikat tangan dan kakiku. “Buka semua baju lo!” Aku yang gelagapan lalu berdiri dan mulai membuka bajuku perlahan-lahan. Dengan masih berat hati, aku melepaskan perlahan blazer yang menempel di tubuhku, lalu kubiarkan jatuh ke lantai. Setelahnya, aku menarik pelan tank top yang kugunakan ke atas kepala untuk kemudian kujatuhkan ke lantai. Ragu-ragu, aku membuka kait rok-ku tanpa menurunkan resletingnya. “Buka buruan!” Setelah mendengar Gilang berteriak, aku menurunkan resleting rok-ku dan membiarkan pakaian luar terakhirku jatuh ke lantai. Terdengar Pak Darmawan bersiul melihat tubuhku yang hanya dibalut bra dan celana dalam berwarna hitam. “Mau nyari pelanggan tuh pake CD transparan renda-renda kaya gitu?” Pak Darmawan dan Gilang tertawa meremehkanku yang hanya bisa menunduk. Harga diriku diinjak sehabis-habisnya. Jika tidak ingat tentang lulus kuliah, aku tidak sudi menjadi budak seks seperti ini. “Nah, sekarang mau Bapak cek dulu puting sama memeknya.” Pak Darmawan kemudian maju mendekatiku yang refleks beringsut mundur. “Eit, jangan macem-macem ya.” Pak Darmawan kemudian meremas sebelah payudaraku yang masih terbungkus bra dengan keras, membuatku memekik. “Tinggal nurut aja kok sama perintah Bapak sama Gilang.” “I-Iya Pak, maaf.” “Mulai sekarang, jangan panggil saya Bapak’.” Pak Darmawan menaikkan daguku agar menatap ke arahnya. “Panggil saya Tuan’ dan panggil Gilang Tuan Muda’. Ngerti kamu?” “N-Ngerti Pa— Eh, Tuan.” Aku merutuki diri sendiri yang bisa-bisanya salah sebut. “Bego banget emang lonte kita Pa. Kudu banyak diajarin.” celoteh Gilang. “Beres, nanti kita ajarin ini lonte bareng-bareng.” Aku bergidik ngeri. Aku tidak habis pikir bagaimana keluarga Pak Darmawan bisa sebebas dan sevulgar ini. “Aahhhh…” Aku mendesah ketika tiba-tiba saja jari Pak Darmawan menyelusup masuk ke dalam bibir vaginaku yang telah banjir. Walaupun masih terhalang celana dalam, jari Pak Darmawan bisa dengan mudah memasuki lubang vaginaku tanpa hambatan yang berarti. Mengikuti naluri, aku sedikit membuka pahaku agar menjadi sedikit lebih lebar. “Basah banget Lang. Ternyata dia suka dilecehin kaya gini.” Pak Darmawan tertawa seraya menggerak-gerakkan jarinya di dalam vaginaku. “Dengerin tuh desahannya.” “Aahhh, ah, ah, geli, mmhhh…” aku meracau tidak karuan menikmati jari-jari Pak Darmawan yang bergerak lihai di dalam lubang vaginaku. “Ngghhh, lagi, geli. Mmmhhh…” “Keenakan dia Pa.” Gilang membuka kaitan bra-ku sehingga bra-ku jatuh tanpa hambatan yang berarti. “Liat tuh putingnya, ngacung gitu.” “Mmmhhh…” Mau tidak mau, aku terbawa permainan Pak Darmawan dan Gilang yang melecehkanku. Vaginaku tidak berhenti berkedut saat mendengar kalimat-kalimat melecehkan yang tertuju padaku. Tangan Pak Darmawan masih bermain-main di vaginaku, sementara tangan Gilang asyik bermain di putingku. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku dibuat horny oleh perlakuan mereka berdua. “Papa dulu aja yang nidurin, aku cicipin besok deh.” ujar Gilang yang menganggapku seperti barang yang bisa dicoba kapan saja. “Mau ke mana kamu?” tanya Pak Darmawan. “Biasa, nge-date.” Gilang melepaskan tangannya dari putingku. “Aku pergi dulu ya Pa.” Setelah Gilang meninggalkan ruangan, hanya tersisa aku dan Pak Darmawan. Pak Darmawan masih juga memainkan lubang vaginaku yang sekarang sudah sangat banjir. “Mmhhh masukin aja kontolnya.” aku meracau ketika aku merasa benar-benar keenakan dengan tangan lihai Pak Darmawan. “Masukin kontolnya Tuan, emmmhhhh.” Pak Darmawan terkekeh. “Keenakan juga kan lu lonte.” “Iya Tuan, Tania emang lonte mmhhh.” aku yang saat itu hanya memikirkan nafsuku kembali meracau tidak jelas. “Tania lontenya Tuan, ahhhh.” Pak Darmawan sepertinya terpengaruh oleh ucapanku karena tangannya jadi bergerak sangat cepat. “Aaahhh Tuan, aaahhh enak, enak banget, geli aahhh.” tubuhku menjadi lebih lengkung, menandakan bahwa aku sebentar lagi mencapai orgasme. “Keluar, keluar, aaahhhhhhh…” Aku menggelepar di bawah tangan Pak Darmawan, dosen pembimbingku yang kini sedang menggerak-gerakkan jari tengahnya di dalam vaginaku. “Gimana, enak?” “Enak, Pa— Eh, Tuan. Enak Tuan.” Aku masih menikmati sisa-sisa orgasmeku barusan ketika tiba-tiba saja Pak Darmawan mengangkat tubuhku dan melemparkanku ke atas kasur dan menyadarkanku atas sesuatu. Oh, ini baru saja 2 Malam Pertama dengan Pak Darmawan Setelah aku dilemparkan ke atas kasur, ternyata Pak Darmawan tidak langsung menyetubuhiku. Beliau keluar ruangan dengan dalih ingin mengambil sesuatu dulu. Aku yang merasa sudah terlanjur kepalang hanya bisa mengikuti alur permainan dosen pembimbingku itu. “Nah, kamu minum dulu ini.” Pak Darmawan memberikanku satu strip obat KB dengan segelas air. “Kalau enggak mau hamil.” Aku bergidik ngeri membayangkan sperma Pak Darmawan benar-benar membuahi sel telurku. Mau jadi apa aku nanti? Jadi, aku langsung menelan satu kaplet obat KB dan berjanji dalam hati bahwa aku tidak akan lupa untuk meminumnya setiap hari. “Nah, bagus.” Pak Darmawan menghampiriku yang kini duduk telanjang di pinggir ranjang. “Sekarang kamu telentang. Buka tuh paha lebar-lebar.” Aku mengikuti perintah Tuan baruku. Aku menelentangkan diri di tengah ranjang dengan paha yang kubiarkan terbuka lebar, mempertontonkan lubang vaginaku yang sudah basah oleh lendir kewanitaanku sendiri. “Dasar jalang, liat tuh lobang banjir sama lendir. Segitunya pengen dimasukin kontol, hah?” Aku merasakan debaran-debaran aneh setelah Pak Darmawan lagi-lagi melecehkanku. Bukannya marah, aku malah semakin terangsang. “Jawab, pengen dimasukin kontol gak itu lobang?” “Eh i-iya, Tuan. Lobang Tania pengen dimasukin kontol.” jawabku pelan. Pak Darmawan tersenyum mesum mendengar jawabanku. “Gatel ya lobangnya?” “Iya Tuan, lobangnya Tania gatel, pengen digaruk sama kontol Tuan.” aku tanpa sadar mulai menggeliat pelan di tempatku. “Bagus. Gitu dong kalau jadi lonte.” Pak Darmawan menghampiriku, kemudian menindih tubuhku di atas ranjang. “Nih, saya bimbing kamu biar jadi lonte yang bener.” ujar Pak Darmawan sebelum mencium bibirku. Ciuman Pak Darmawan terasa kasar di bibirku. Rasanya Pak Darmawan tidak sabaran dengan langsung melumat-lumat bibirku dan memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Aku yang kewalahan terang saja mendorong-dorong dadanya untuk mengatakan bahwa aku perlu bernafas. Setelah melepaskan ciumannya, Pak Darmawan terkekeh melihatku menghirup udara banyakbanyak. Tanpa menunggu waktu, bibir Pak Darmawan berpindah untuk menciumi leher jenjang dan dada sintalku. Aku memekik ketika Pak Darmawan dengan sengaja menggigit leherku untuk meninggalkan bekas. “Saya tandain biar temen-temen kamu tau kalau kamu bisa dipake.” Aku hanya bisa mendesah-desah ketika dikerjai oleh Pak Darmawan. Aku yakin jam terbangnya sudah tinggi mengingat umurnya yang tidak lagi muda, jadi sentuhan-sentuhannya terasa nikmat di tubuhku. “Aaahhhh Tuan, mmhhh enak Tuan.” desahku ketika Pak Darmawan memainkan kedua payudaraku dengan tangan dan mulutnya. Aku menggelinjang di atas ranjang ketika Pak Darmawan dengan lihainya memilin-milin puting susuku dan menjilat ujungnya sekaligus, sementara sebelah tangannya yang lain meremas-remas payudara sintalku. “Geli Tuan, enaakk hhh.” Aku tanpa sadar meremas rambut Pak Darmawan sambil mendorong kepalanya agar lebih dekat dengan payudaraku. Pinggulku naik turun karena hasratku yang tidak terbendung. Mungkin ini terasa sangat nikmat mengingat hampir setahun aku tidak disentuh laki-laki. Pak Darmawan menghentikan rangsangannya pada tubuhku, lalu berlutut di depanku yang masih telentang terengah-engah. Aku mendengar Pak Darmawan tertawa sambil memperhatikanku yang kewalahan dalam mengendalikan nafsuku sendiri. “Tadi bilang gak mau, habis digodain malah keenakan.” “Ahh!” Aku memekik setelah tiba-tiba Pak Darmawan mencubit sambil menarik kedua putingku keraskeras. Pak Darmawan terus menarik putingku ke arahnya hingga aku berusaha bangun dari posisi telentang. “Sakit, Tuan! Lepas!” Baru saja aku ingin menopang berat tubuhku dengan tangan, Pak Darmawan tiba-tiba saja melepas puting susuku, membuatku jatuh dan kembali dalam posisi telentang. Kudengar Pak Darmawan tertawa-tawa melihatku berantakan akibat ulahnya. “Jadi lonte jangan mau enaknya aja. Emangnya saya dibayar buat nyenengin kamu?” “N-Nggak, Tuan.” “Sekarang balik badan!” Aku membalikkan badan hingga sekarang berada di posisi tengkurap. Puting susuku yang barusan ditarik-tarik Pak Darmawan semakin tegang ketika tergesek dengan seprai. Tapi itu tidak berlangsung lama karena Pak Darmawan menarik pantatku ke atas sehingga kini aku ada dalam posisi menungging. Aku mendengar Pak Darmawan melepaskan pakaiannya dan menjatuhkannya ke lantai. Karena sudah cukup lama menungging tanpa disentuh, tanpa sadar aku mengedutkan vaginaku. “Gak sabar banget itu memek.” Pak Darmawan menyentil klitorisku agak keras, membuatku memekik menahan linu. “Dasar bakat lonte.” Aku masih mengendalikan rasa linu di klitorisku ketika tiba-tiba Pak Darmawan memasukkan sebuah dildo ke dalam vaginaku. “Aahhh…” Vaginaku yang sebelumnya absen satu tahun tanpa dimasuki penis kini dipaksa melebar oleh sebuah dildo berukuran sedang. Walaupun dulu aku pernah beberapa kali melakukan hubungan seks, penetrasi kali ini terasa agak perih. “Nih biar lebih enak.” “Ahhh Tuan! Ah, geli!” Dildo yang berada di dalam vaginaku tiba-tiba bergerak berputar, mengoyak-ngoyak dinding kewanitaanku. Aku hanya bisa mendesah-desah sambil mencengkram seprai. Aku tidak bisa berbohong bahwa rasanya memang nikmat. “Jangan berani-berani orgasme atau saya hukum.” ucap Pak Darmawan seraya menggerakkan dildo di vaginaku maju mundur. “Ooohh Tuan, enak Tuan. Ahhh…” Aku masih meracau tidak jelas sambil mencengkram seprai dengan lebih erat. Aku berusaha semampuku untuk menunda orgasme dengan mencoba memikirkan hal lain, tapi rasa nikmat ini benar-benar menguasaiku. “Nyodoknya kurang cepet ya?” Pak Darmawan memandangiku yang kepayahan seraya terkekeh. “Nih dicepetin.” “Aaahhh Tuan, enak banget Tuan, ngghhh, ampuuun.” Aku makin meracau tidak karuan ketika sodokan dildo di vaginaku menjadi lebih intens. Titik-titik kenikmatanku dihajar secara tepat oleh sebuah mainan yang kini bersarang di kemaluanku dan aku malah keenakan karenanya. “Nggak kuat, Tuan, enak bangeeet nggghhh.” aku menggerakkan pantatku untuk berusaha menghindari sodokan dildo di titik kenikmatanku walaupun rasanya hampir tidak mungkin. “Dasar lonte haus kontol kamu, Tania. Nggak pantes kamu jadi mahasiswi. Pantesnya jadi cewek BO.” Mendengar kata-kata Pak Darmawan, vaginaku malah semakin banjir oleh cairan kenikmatan. Suara dildo yang menumbuk vaginaku yang becek menambah nafsu di dalam diriku. Tidak berapa lama, badanku menyerah pada kenikmatan yang melanda secara intens. Pahaku menegang, vaginaku berkedut kencang, punggungku melengkung. “Aahhh Tania nyerah Tuan, Tania nyerahhh ahhhh…” Aku orgasme hebat sementara Pak Darmawan masih terus menyodok-nyodok dildo di vaginaku dengan cepat. Tubuhku bergetar, pantatku bergerak maju mundur, mataku merem-melek keenakan. Aku tidak menyangka bahwa aku bisa orgasme sehebat ini hanya karena sebatang dildo. “Dasar lonte sialan.” Pak Darmawan membiarkan vaginaku tetap terisi dildo, namun sekarang beliau sudah tidak memegangnya lagi. Baru saja aku ingin menormalkan nafas, tiba-tiba saja getaran di vaginaku terasa lebih kencang. Aku yang sudah kepayahan kemudian jatuh dari posisi menungging menjadi tengkurap. “Udah, Tuan. Tania capek…” “Lu tuh lonte, gak berhak ngatur-ngatur.” Ctas! Tiba-tiba saja pantatku dicambuk oleh ikat pinggang. “Ahhh, sakit Tuan. Ahhh, sakit.” Cambukan ikat pinggang di pantatku datang dengan bertubi-tubi hingga pantatku terasa panas. Aku berusaha membalikkan tubuh, namun cambukan Pak Darmawan tidak berhenti hingga vaginaku pun terkena cambuk. “Berhenti, Tuan, aahhhhh sakiiittt “Suruh siapa kamu orgasme, lonte?” Pak Darmawan semakin semangat mencambuk tubuhku. “Ini hukumannya karena kamu nggak ngikutin perintah saya.” “M-Maaf, Tuan, mmhhh.” aku menggeliat menahan rasa sakit dan rasa nikmat yang perlahan mulai menjalari tubuhku lagi. “Maafin Tania, Tuan-hhh.” Beberapa detik kemudian, Pak Darmawan melempar ikat pinggang yang dipegangnya ke lantai dan mencabut dildo yang sedari tadi bersarang di vaginaku. Badanku lalu diposisikan menjadi telentang sementara Pak Darmawan bersiap memasukkan penisnya di depan vaginaku. “Saya masih baik ya sama kamu, kalau enggak bisa habis pantat kamu saya cambuk.” Pak Darmawan kemudian memasukkan penisnya dengan lancar ke dalam vaginaku. “Longgar juga ini lobang.” Dibandingkan dengan ukuran dildo barusan, penis Pak Darmawan memiliki ukuran yang tidak jauh beda. Bedanya, penis Pak Darmawan terasa lebih hangat. “Saya entot kamu ya lonte, rasain nih kontol saya.” Pak Darmawan langsung menggerakkan penisnya menyodok-nyodok vaginaku yang sudah banjir. “Ahhhh, enak, mmhhh... Tania suka-hhh…” aku yang mulai naik birahi kembali mendesah-desah di bawah Pak Darmawan. Plak! Belum puas dengan mencambuk pantatku, Pak Darmawan menampar payudaraku. “Dasar cewek perek.” Plak! “Capek-capek dikuliahin, ujung-ujungnya ngangkang juga di bawah dosen.” Plak! “Liat tuh muka kamu, nggak kalah sama bintang bokep.” Aku merasa semakin terangsang mendengar kata-kata Pak Darmawan yang melecehkanku. Rasa sakit di payudaraku akibat tamparan Pak Darmawan juga malah menimbulkan gelenyar-gelenyar nikmat di dalam diriku. “Ahhh ampun Tuan, enak, sodok terus, ahhh.” Tubuhku terguncang-guncang di atas ranjang seiring dengan sodokan penis Pak Darmawan di vaginaku. Tanganku menggapai-gapai seprai, meremasnya hingga kini bentuknya sudah tidak beraturan. Keringat membasahi tubuhku yang sebelumnya sudah orgasme hingga dua kali. Pekikan-pekikan nikmat keluar dari tenggorokanku yang mulai kering. “Perempuan jalang kamu Tania.” Pak Darmawan mempercepat sodokannya. “Cepet sebut siapa kamu!” “Jalang, Tuan! Tania perempuan jalang! Ahhh…” aku mulai bergetar di bawah kuasa Pak Darmawan. “Lepas sekarang! Keluarin!” “Aaaahhhhh Tuan!” Aku refleks memeluk pundak Pak Darmawan saat pelepasanku terjadi lagi. Pinggulku bergerakgerak mencari kenikmatan yang lebih lagi. Ini orgasme yang ketiga untuk hari ini dan aku mulai lelah walaupun rasanya memang sangat nikmat. Pak Darmawan yang belum mencapai puncaknya terus menyodok vaginaku dengan kasar walaupun vaginaku terasa sangat linu. “Ahh cukup Tuan, cukup…” “Dasar lonte kamu Tania, rasain nih sperma saya.” Tak lama kemudian, cairan hangat memenuhi rahimku. Aku hanya bisa berharap semoga sperma Pak Darmawan cepat-cepat meluruh dari dinding rahimku. Pak Darmawan melepaskan penisnya dari vaginaku, lalu berdiri untuk menatapku yang kepayahan. “Udah, kamu boleh pulang sekarang.” Aku menatap Pak Darmawan tidak percaya. Aku masih sangat lelah dan aku harus menyetir kendaraan sendiri untuk pulang ke kos? “Kenapa? Mau nginep di sini? Nggak, istri saya pulang besok pagi.” Pak Darmawan menarikku dari atas kasur lalu membiarkanku jatuh di lantai. Dengan sisa-sisa tenaga, aku berdiri dari posisiku. Aku sedikit membuka pahaku karena pahaku yang masih terasa agak kebas. Perlahan, aku berjalan menuju tumpukan pakaianku di sisi lain ruangan. “Heh, siapa suruh kamu ambil baju kamu?” Pak Darmawan menyentak tanganku hingga aku terjatuh lagi di lantai. “Cepet pulang sana!” “S-Saya pakai baju apa T-Tuan?” “Memangnya ada peraturan kalau nyetir harus pake baju?” Oh, shit. Aku tidak ingin masuk ke dalam kosan dalam keadaan tanpa pakaian. Bagaimanapun juga, ada CCTV yang mengawasi bagian garasi kosanku. “T-Tapi Tuan—“ “Nggak ada alasan, keluar kamu sana!” Pantatku kemudian ditendang-tendang oleh Pak Darmawan sehingga mau tidak mau aku merangkak keluar dari kamar Pak Darmawan. Setelah aku keluar, pintu kamar tersebut dibanting dan dikunci. Aku yang kalut kemudian menggedor-gedor pintu kamar Pak Darmawan dan memanggil-manggil dosenku itu, tapi yang kudengar hanya suara gemericik air dari kamar mandi di dalam kamar. “Neng, ada apa ribut-ribut?” Ah, itu suara supir Pak Darmawan yang tadi menyambutku ke sini. Duh, aku harus menutupi tubuhku pakai apa? “Neng?” Supir Pak Darmawan kini sudah berdiri di dekatku yang hanya meringkuk di dekat pintu kamar Pak Darmawan dengan keadaan telanjang. “P-Pergi! Pergi Pak!” Tanpa disangka, supir Pak Darmawan itu malah menyunggingkan senyum licik nan mesum. “Kunci mobil neng ada di saya. Yakin saya harus pergi?” Sial seribu sial. Apa lagi ini? “Gini aja neng. Saya udah denger dari den Gilang kalau neng bisa dipake. Mending neng muasin saya dulu, nanti saya kasih kunci mobilnya neng. Gimana?” Aku ingin menangis mendengar penawaran supir Pak Darmawan. Tidak hanya dipakai oleh dosenku saja, tubuhku bahkan dipakai oleh seorang supir yang bahkan status sosialnya jauh di bawahku. “Saya pergi nih ya, neng jangan nyesel.” “Pak, tunggu!” aku akhirnya mengalah dan memilih menyerah saja. Toh tubuhku sudah terlanjur kotor. “Gimana neng? Mau?” “B-Boleh, Pak. Tapi saya juga mau minta baju sama Bapak.” “Urusan gampang itu mah neng. Yang penting neng bisa muasin Bapak.” Aku kemudian dibawa menuju garasi rumah Pak Darmawan di mana mobilku terparkir. Supir Pak Darmawan lalu menelentangkan tubuhku tepat di atas kap mobilku yang bertipe sedan. “Pak, di bawah aja, jangan di sini Pak.” aku memohon pada supir Pak Darmawan seraya berusaha turun dari kap mobil. “Udah biasa neng kalau di bawah. Neng juga belum nyoba ngentot di kap mobil, kan?” “Tapi Pak—“ “Udah neng nurut aja sama saya, biar cepet beres.” Menyetujui omongan supir Pak Darmawan, aku akhirnya pasrah saja telentang di atas kap mobilku sendiri sementara supir Pak Darmawan melepas seluruh pakaiannya. “Neng, sepongin nih.” supir Pak Darmawan menyodorkan penisnya yang jauh lebih besar dari majikannya ke depan mulutku. “Yang jago ya.” Dengan tekad agar cepat selesai, aku mulai mengulum penis supir Pak Darmawan dengan semangat. Aku memasukkan sebagian batang penisnya ke dalam mulutku, sementara sebagian lagi aku kocok menggunakan tangan. Sesekali aku menjilati kepala penisnya dan menjilati buah zakarnya yang menggantung. “Ahh, jago juga si neng.” Aku semakin bersemangat mendengar pujian dari supir Pak Darmawan. Aku lalu mengocok batang penisnya sambil menjilati lubang kencingnya perlahan. Aku juga menjilati seluruh batang penisnya perlahan-lahan hingga supir Pak Darmawan terlihat kegelian. “Tahan neng, udah dulu sepongnya.” supir Pak Darmawan kemudian memposisikan kejantanannya di depan lubang vaginaku yang sudah lengket. “Mau ngerasain memeknya neng.” Tanpa hambatan yang berarti, penis supir Pak Darmawan masuk ke dalam vaginaku yang sudah lengket. Dibandingkan Pak Darmawan, jelas sekali bahwa stamina supir Pak Darmawan lebih tinggi. Tubuhku terhentak-hentak di atas mobilku yang ikut bergoyang-goyang karena ulah supir Pak Darmawan. “Ahhh Pak, ahhh geliihhh…” Walaupun sudah berkali-kali orgasme, aku tidak menampik bahwa aku masih merasakan kenikmatan saat ditusuk oleh penis supir Pak Darmawan. Apalagi ukurannya yang lebih besar membuat ruang vaginaku terasa lebih sesak. “Memeknya neng legit, beda sama perek yang biasanya saya sewa.” supir Pak Darmawan berujar di sela-sela kesibukannya menyodok-nyodokkan penisnya ke dalam vaginaku. Setelah setengah jam, penis supir Pak Darmawan masih tegak dan belum ada tanda-tanda akan keluar. Aku yang frustrasi kemudian membuat dinding-dinding vaginaku berkontraksi agar supir Pak Darmawan cepat orgasme. Walaupun membuatku lebih terangsang, untung saja usahaku berhasil karena supir Pak Darmawan semakin kencang menyodokkan penisnya. “Ahh neng, terima nih peju saya.” Supir Pak Darmawan menyemburkan spermanya di dalam rahimku dan aku yakin kini sudah bercampur dengan sperma milik majikannya. Aku pun kembali orgasme saat supir Pak Darmawan menyemburkan spermanya di dalam rahimku. Lemas, aku membiarkan supir Pak Darmawan mengistirahatkan dirinya sejenak di atas tubuhku. “Makasih ya neng.” supir Pak Darmawan kemudian bangkit dari posisinya, lalu menurunkanku untuk bersandar di mobilku. “Nih pake baju saya aja, sekalian kenang-kenangan buat neng.” Aku kemudian diberikan kaus yang tadi dipakai oleh supir Pak Darmawan. Walaupun hanya kaus, tapi setidaknya itu lebih baik daripada tidak memakai sehelai kain sama sekali. Sesuai janjinya, aku juga diberikan kunci mobilku yang sebelumnya kutitipkan. “Gak capek neng abis ngentot langsung nyetir?” tanya supir Pak Darmawan sambil nyengir ke arahku. “Nggak apa-apa Pak, saya mau tidur.” aku membalas sekadarnya sebelum masuk dan menyalakan mesin mobil. “Makasih kausnya ya Pak.” “Ngentotnya enggak?” Aku mendengus sebal. “Iya, itunya juga.” “Apanya tuh neng?” “Ngentotnya.” jawabku malas. Supir Pak Darmawan hanya tertawa-tawa, membuatku makin kesal saja. “Yaudah neng, hati-hati di jalan ya.” Setelah dibukakan pagar, aku menyetir menuju kosanku dan segera tidur sesampainya aku di sana, bahkan tanpa sempat membersihkan diri dan berganti pakaian. Hari yang sangat melelahkan hingga tanpa sadar aku tertidur dengan paha yang terbuka. Chapter 3 Hari Kedua Kringgg… Aku mengernyitkan dahi dan mengucek-ngucek mata dengan kesal. Mau tidak mau aku terbangun karena handphoneku yang tidak berhenti berdering sejak lima menit yang lalu. Tanganku menggapai-gapai handphone yang seingatku disimpan di samping kepala. “Hm, halo?” ujarku malas tanpa sempat melihat caller ID. “Oy lonte, buruan lu dateng ke rumah gue.” Baru saja aku ingin marah sebelum aku sadar bahwa yang menelponku adalah Gilang. Mana mungkin aku lupa bahwa semalam aku sudah menyerahkan diri untuk menjadi budak seks untuk orang yang menelponku saat ini? “Gue baru bangun.” “Ngomong ama gue tuh yang sopan, ******!” Gilang membentak. Aku menelan ludah. “Saya baru bangun, Tuan muda.” “Nah, gitu dong.” Gilang terkekeh. “Gue gak peduli lo baru bangun, sekarang lu buruan dateng ke sini. Gue butuh tempat buat nampung peju.” “T-Tapi gue belum mandi.“ “Gak usah banyak gaya lo, abis gue hajar juga lo bakal kotor lagi.” Gilang mendecih. “Buruan ke sini, kalo setengah jam lagi lo gak muncul, liat aja.” Aku mencicit. “B-Baik, Tuan muda.” “Ah, satu lagi. Lo gak perlu bawa mobil, berangkat pake ojek aja.” “Baik, Tuan muda.” “Jangan lupa pake baju seksi. Gue tunggu.” Setelah telepon diputus oleh Gilang, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selain cuci muka dan gosok gigi, aku juga membersihkan pahaku yang semalam belepotan sperma. Bagaimanapun juga, aku tidak ingin tubuhku bau sperma saat bertemu orang lain. Setelah membersihkan diri, aku membuka lemari pakaian untuk berganti baju. Walaupun disuruh memakai pakaian seksi, aku tidak ingin terlihat seperti cewek murahan, jadi aku memilih summer dress tipis tanpa lengan yang panjangnya hanya setengah lutut. Setelah mengemas barangbarangku di tas kecil, aku langsung memesan ojek online ke rumah Gilang. “Neng yang mesen ojek ke Dago atas?” sapa driver ojek online yang berhenti di depan kosanku. “Iya, mas.” aku menjawab dengan sopan. “Tolong agak cepet ya, mas. Saya ditunggu temen saya.” “Siap, neng Dari perawakannya, driver ojek online tersebut kira-kira berusia 25 tahun-an. Wajahnya tidak setampan Gilang, tapi badannya lebih kekar. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih setengah jam, aku sampai di depan rumah Gilang dan langsung disambut oleh sang tuan rumah yang sudah berdiri di depan pagar. “Woy lonte, lama amat lo.” Pipiku memerah karena driver ojek online yang barusan kutumpangi masih ada di situ. Aku bahkan baru akan mengembalikan helm kepada driverku saat Gilang berkata demikian. Driver tersebut hanya diam saat menerima helm dariku karena keadaan yang canggung. “Udah, biar gue yang bayar.” Gilang mendekati driver tersebut, kemudian mereka terlihat seperti sedang merundingkan sesuatu. Aku melihat ekspresi terkejut dan ragu dari si driver sebelum Gilang mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya. “Heh, sini lo.” Gilang memanggilku untuk mendekatinya. “Si abang masih belum percaya kalo lo bisa dipake.” Pipiku semakin memerah mendengar perkataan Gilang. “Tunjukkin dong kalo lo emang bispak.” Gilang menyunggingkan senyum miring. “Godain abangnya biar mau make lo.” Aku memelototi Gilang. “T-Tapi ini—“ “Lo budak seks gue. Terserah gue lo mau dipake siapa aja.” Gilang balas melotot. “Mau gue laporin bokap?” Aku mendesah penuh kekesalan. Tapi bagaimanapun juga aku harus sadar bahwa aku harus mengikuti semua perintah Gilang dan Pak Darmawan. Semua itu adalah konsekuensi dari pilihanku kemarin. Jadi, agar tidak berlarut-larut, aku menghela nafas kasar sebelum mendekati driver yang barusan mengantarku. Aku tersenyum menggoda sambil mengelus-elus dada si driver. “Mas, pengen gak nyobain aku?” aku berbisik di telinga si driver. “Gratis kok, gak usah bayar.” Si driver terlihat menelan ludah sambil berusaha menahan diri. “Sini mas, cicip dulu.” Aku kemudian mengambil tangan si driver lalu kutuntun ke paha dalamku. Sarung tangan yang masih terpakai di tangan si driver terasa kasar di pahaku. “T-Tapi neng, saya—“ “Kesempatan gak akan dateng dua kali lho mas.” Gilang ikutan memprovokasi si driver. “Liat nih, dia mah keenakan kalau dimainin ama laki.” Gilang lalu meremas kasar sebelah dadaku hingga aku memekik tertahan. Gilang hanya tertawatawa melihatku memekik. “Dasar perek.” “Y-Yaudah deh, mas. Boleh.” akhirnya si driver menyetujui permintaan Gilang. “Tapi jangan sampai ada yang tau, ya.” “Gampang mas masalah itu. Udah, mending sekarang mas parkirin motornya di garasi saya.” Gilang kemudian menyeretku masuk ke dalam rumahnya sementara si driver memarkirkan motornya di garasi. “Masih mending sopir gue lagi keluar nganterin bokap ama nyokap. Kalau engga, kelar lo pagi ini.” ujar Gilang. Aku bergidik ngeri membayangkan diriku dipakai tiga orang sekaligus. Gilang lalu membawaku dan si driver ke kamarnya. Kamarnya sedikit lebih kecil dan lebih berantakan dari kamar Pak Darmawan, tapi lantainya cukup luas karena tempat tidurnya yang kecil. “Sekarang, lu layanin masnya ampe puas.” Gilang memelorotkan dressku hingga tersisa dalamannya saja. “Buruan!” Aku kemudian mendekati si driver yang masih terlihat canggung. Tanganku menuntun tangan si driver untuk menangkup kedua pantatku, sementara aku mulai mengelus-elus dadanya. Tanganku dengan cekatan mulai melepas baju yang dikenakannya, kemudian mulutku mulai bekerja di area dada dan leher si driver yang mulai merem melek keenakan. “Ayo dong mas, gak usah malu-malu.” sahut Gilang. “Remes aja pantatnya kalo masih gak percaya dia lonte.” Tangan si driver lalu mengikuti saran Gilang untuk meremas pantatku yang sekal. Lenguhanku seolah menjadi penyemangat bagi si driver untuk bertindak lebih dan bersikap lebih agresif. Sekarang tangannya mulai melepas dalaman yang kukenakan. Si driver lalu meremas-remas dadaku dan menciumi kedua payudaraku sambil sesekali meninggalkan jejak keunguan di sana. “Mmhhh…” aku yang mulai terbawa suasana kini menikmati sentuhan-sentuhan yang dilancarkan oleh si driver. Desahan dan lenguhan tidak henti-hentinya keluar dari mulut kecilku. Gilang sekarang hanya memperhatikanku yang sedang dinikmati oleh orang yang baru kutemui beberapa saat yang lalu. Sambil berselonjor di tempat tidur, Gilang sesekali memotret wajah dan tubuhku yang mendesah-desah keenakan. “Ah, ah, gelii…” aku menggelinjang saat jemari si driver mulai memasuki liang peranakanku yang sudah becek. “Aahhh…” Si driver kemudian menelentangkan tubuhku yang terlihat kepayahan di atas karpet. Dua jarinya keluar masuk di dalam vaginaku, sementara jempolnya menggosok-gosok klitorisku yang membengkak. “Aahhh enak banget mas, ahhh…” aku tanpa sadar bergerak-gerak untung mendapatkan kenikmatan yang lebih dari jari si driver. Melihatku yang bergerak-gerak, si driver menghentikan gerakan kedua jarinya yang terbenam di vaginaku, tapi jempolnya masih terus memberikan stimulasi di klitorisku. Aku yang merasa tanggung kemudian bergerak lebih cepat sambil memohon-mohon ke si driver. “Mmhh… Masukin kontol aja mas, plis… Ahhh…” “Sabar dong neng, belum apa-apa udah minta kontol.” si driver terkekeh, mulai menikmati perannya sebagai orang yang diminta Gilang untuk ikut melecehkanku. “Gatel ya?” “Iya mas…. Ahhh lobang aku gatel, mhhh.” Aku memutar-mutar pinggulku untuk mendapat stimulasi yang lebih dari jari si driver karena kenikmatan yang kurasakan sangat tanggung. “Nih neng kalau gatel. Rasain.” Aku merasakan si driver menambah satu jari ke dalam vaginaku dan menggerakkan jari-jarinya dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Tanpa sadar aku kelojotan karena rasa nikmat yang kurasakan. “Aaahhhh… En-ak… Ahhh…” Aku yang mulai lupa daratan kini hanya bisa berbaring sambil mendesah-desah. Mataku merem melek, kakiku yang terbuka lebar kini bergetar. Tanganku menggapai-gapai, berusaha mencari pelepasan nafsuku yang meledak-ledak. Tepat saat aku akan orgasme, si driver melepas jari-jarinya dari vaginaku. Si driver dan Gilang tertawa-tawa melihatku berusaha menstimulasi vaginaku dengan jariku sendiri. Rasanya aku ingin menangis karena tidak jadi melepas nafsuku yang sudah menumpuk di ubun-ubun. “Enak aja neng dulu yang orgasme. Layanin saya dulu dong, kan neng-nya lonte.” “Tuh, dengerin kata masnya.” Gilang ikut menghampiriku dan menyentak tanganku. “Sini mas, saya pegangin dulu lontenya.” Si driver kemudian mengeluarkan penisnya dari celana, lalu memposisikannya di depan mulutku. Aku menelan ludah melihat ukuran penisnya yang cukup besar. “Isep yang bener neng kalau mau ngelanjutin yang barusan.” si driver memasukkan penisnya ke dalam mulutku. “Udah bang, gerakin aja kepalanya. Biar saya pegangin tangannya.” ujar Gilang. Driver tersebut mengikuti saran Gilang dengan memaju-mundurkan kepalaku yang terisi penuh oleh penisnya. Jadi sekarang aku sedang ada di posisi duduk dengan tangan yang dikekang oleh Gilang di belakang tubuhku dan penis si driver yang memenuhi mulutku. “Ahh enak banget mulut neng.” Si driver masih memaju mundurkan penisnya di mulutku sedangkan aku masih berusaha mengatur nafasku agar aku tidak kehabisan nafas. Rambutku kini acak-acakan karena cengkraman si driver. Dua menit kemudian, si driver menekan kepalaku rapat-rapat ke pangkal selangkangannya. Aku menggelinjang karena tidak bisa bernafas dengan benar. Setelah kepalaku dilepas, aku langsung mengambil udara banyak-banyak. Si driver dan Gilang lagi-lagi tertawa melihatku yang kepayahan. “Udah neng, sekarang giliran saya nyobain memek neng.” Gilang membantu memposisikanku ke dalam posisi telentang sebelum ia kembali duduk di atas kasur. Si driver kemudian membuka pahaku lebar-lebar dan memposisikan kepala penisnya di depan vaginaku. Aku memekik saat si driver memasukkan penisnya sekaligus ke dalam vaginaku. Tanpa menunggu waktu lama, si driver memaju-mundurkan penisnya di dalam vaginaku. Walaupun sudah dihajar oleh Pak Darmawan dan supirnya semalam, gesekan-gesekan dari penis si driver dengan lubang vaginaku masih terasa jelas. Mungkin karena ukuran penisnya yang lebih besar dari Pak Darmawan dan supirnya. “Mmhhh geli… Ahh…” Aku meracau sambil meremas-remas payudaraku sendiri. Kudengar si driver terkekeh sebelum berbisik “Keenakan dientot ya neng?” Pelecehan yang kuterima bertubi-tubi nyatanya membuatku semakin terangsang. Aku kemudian ikut menggerakkan pinggulku naik turun, membuat penyatuanku dengan si driver semakin rapat. “Ahhh lagi, mmhhh…” aku semakin liar saat si driver berhasil menyentuh titik sensitifku. “Di situ, tusuk lagi, hhhh…” Tidak berapa lama kemudian, aku orgasme dengan hebat. Punggungku melengkung ke atas, mulutku membentuk huruf O dan bagian bawah tubuhku gemetar. Namun, bukannya berhenti, si driver malah makin kencang menusuk-nusukkan penisnya ke vaginaku. Aku hanya bisa menjeritjerit karena vaginaku yang super sensitif dipaksa menerima tusukan-tusukan dalam dari penis si driver. “Ampun mas, ampun… Ahhh… Berhenti dulu, ahhh Seolah tuli, si driver terus menerus menusuk vaginaku hingga akhirnya aku tiba-tiba merasa bahwa aku akan orgasme lagi karena stimulasi yang tidak hentinya menghajar vaginaku. “Aaahhhh mas, ampun mas… Aaahhhhhh…” Aku bergetar lagi di bawah si driver, namun kali ini si driver turut menghujamkan penisnya dalamdalam ke vaginaku dan menahannya di dalam sana. “Dasar perek, terima nih peju.” Crot… Crot… Aku merasa ada aliran sperma yang mengalir masuk ke dalam rahimku. Rasanya geligeli hangat. Anehnya, membayangkan ada sperma orang asing yang memenuhi rahimku malah membuat vaginaku berkedut. “Wah si neng udah gak sabar pengen main lagi nih kayanya.” si driver terkekeh setelah vaginaku berkedut. “Nanti dulu neng, capek.” Si driver kemudian menarik penisnya dari vaginaku, sementara aku masih telentang dengan kaki mengangkang. “Bagus, Tania. Lo udah nerima kenyataan kalau lo emang lonte.” Gilang menghampiriku lalu mengelus-elus kepalaku. “Sekarang bilang makasih dong ke masnya.” “Makasih, mas.” ucapku sambil terengah-engah. “Bersihin tuh kontol masnya. Kasian kan jadi kotor gara-gara masuk memek lu.” Aku bangun dari posisiku untuk menghampiri si driver yang terduduk di tepian ranjang. Aku menuruti perintah Gilang dengan menjilati penis si driver, sementara Gilang dan si driver mengobrol. “Dari mana dapet cewe kaya gini mas?” tanya si driver sambil mengelus-elus rambutku. “Oh itu, dia mahasiswi bokap gue.” “Mahasiswi?” si driver menatapku heran. “Iya, tapi dia bego. Dia jadi lonte biar bokap gue bisa ngebantu dia lulus kuliah.” Gilang menjelaskan sambil sesekali memainkan puting susuku. “Dia mah jagonya ngangkang.” “Udah neng, lulus kuliah gak usah cari kerja. Lanjutin aja kaya gini.” si driver terkekeh. “Mainnya udah lumayan jago kok.” Bukannya marah atau sedih, vaginaku kembali berkedut-kedut setelah menerima pelecehan verbal dari dua laki-laki ini. Apakah sekarang aku benar-benar menikmati tugasku sebagai budak seks? Setelah si driver pulang dari rumah Gilang dengan membawa uang saku tambahan, Gilang menyuruhku berlutut di lantai. “Gimana rasanya dientot orang lain?” Aku terdiam, mencoba memikirkan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Gilang. Sebenarnya aku tahu sadar bahwa rasanya nikmat, tapi aku masih belum ingin mengakuinya kepada Gilang. “Jawab ******!” Gilang menjambak rambutku sehingga kini kepalaku menengadah ke arahnya. Menelan ludah, aku menjawab lirih, “E-Enak, tapi—.” “Alah, gak usah tapi-tapian! Bilang aja kalau emang enak.” Gilang terkekeh. Masih menjambak rambutku, Gilang kemudian berbisik di telingaku. “Enak ya dientot sama orang yang baru lo kenal?” “I-Iya.” “Bagus, lo udah nerima kenyataan kalo lo cuma sarung kontol.” Gilang mendekatkan kepalaku ke selangkangannya. “Sekarang, layanin gue ampe puas.” Dengan tangan agak gemetar, aku menarik resleting dan menurunkan celana sekaligus celana dalam Gilang. Penisnya yang sudah ereksi seketika menampar wajahku. “Jilat yang bener!” Menuruti perintah Gilang, aku menjilati kepala penisnya sambil memainkan batangnya dengan tanganku. Aku juga menjilat-jilat batang hingga biji pelirnya sambil sesekali mengulumnya dalam. “Good, Tania. Nikmatin gimana rasanya muasin kontol.” Aku tanpa sadar mulai terbawa oleh perkataan Gilang. Sebelah tanganku yang menganggur kugunakan untuk memainkan payudaraku, sementara tangan yang lainnya kugunakan untuk memuaskan tuanku. Diam-diam aku menikmati tugasku untuk memuaskannya. “Ahh good job Tania, terus mainin.” Aku semakin bersemangat memainkan penis Gilang. Aku memasukkan batang penisnya hingga mentok di kerongkonganku, kemudian kepalaku bergerak maju mundur. Aku juga mengelus biji pelirnya, sesekali agak meremasnya. Aku curi-curi pandang ke arah wajah Gilang untuk memastikan bahwa aku melakukan hal yang benar. “Udah udah, cukup.” Gilang melepaskan kulumanku, lalu aku memandangnya heran. Gilang terkekeh melihatku. “Kenapa? Masih mau kontol?” Aku menunduk malu. “Sini naik.” Gilang menepuk-nepuk ranjangnya. “Masukin kontol gue ke memek lu. Mainin ampe gue puas.” Mendengar perintahnya, aku kemudian naik ke atas ranjang Gilang, lalu aku memposisikan vaginaku di atas penisnya. Aku menurunkan tubuhku perlahan hingga penis Gilang terbenam di dalam vaginaku. Aku mendesah setelah kepala penis Gilang menyentuh titik terdalamku. “Nikmatin gimana rasanya memek lu dipenuhin kontol. Enak kan?” Aku mengangguk pelan. “Jawab yang keras! Enak gak?” “Enak, Tuan!” “Enak kan dikontolin?” “Enak. Aahhhhh…” aku mendesah karena Gilang tiba-tiba menggerakkan pinggulnya. “Gerakin pantat lu!” Gilang menghentikan gerakan pinggulnya, lalu menampar pantatku keras-keras. Menuruti perintahnya, aku menaik turunkan pinggulku. Awalnya lambat, namun semakin lama gerakanku semakin cepat. “Ahhh enak, mhhh…” aku meracau tidak karuan sambil merem melek keenakan. “Dasar sarung kontol lu, asal dikontolin langsung keenakan.” Vaginaku semakin berkedut mendengar pernyataan Gilang. “Seneng lu, hm?” Gilang mencubit putingku keras, lalu memelintirnya. “Aaahhh…” dadaku terasa sakit, namun vaginaku keenakan. “Jawab, seneng gak dikontolin?” “Aahhh iya, iya, gue sukaa ahhh… Gue suka dikontolin, aahhh…” aku semakin cepat pinggulku. Gilang tertawa, lalu menggeram. “Dasar lonte.” “Ahh iya gue lonte, sarung kontol, wadah peju, gue suka dikontolin, aahhh…” Tubuhku tiba-tiba bergetar setelah berkata demikian. Pinggulku bergerak semakin cepat, lalu badanku semakin bergetar ketika pelepasanku tiba. Punggungku melengkung merasakan kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhku. “Heh, lu keluar?” Gilang tiba-tiba membalikkan posisiku menjadi telentang tanpa mencabut penyatuan kami, lalu ia dengan kasar menggerakkan penisnya. “Aaahhhh ampun Tuan, ahhh…” Vaginaku terasa ngilu karena dipaksa menerima stimulasi setelah orgasme. Tanganku meremas seprai kuat-kuat, sementara air mata mulai menggenang di mataku. “Tugas lu muasin gue, ******. Gue belum keluar.” “Aahhh b-berhenti, aahhh…” “Diem lu lonte, bentar lagi juga lu keenakan.” “Aaaahhhh…” Aku meremas seprai semakin kuat ketika rasa ngilu yang kurasakan semakin hebat, sementara Gilang masih saja menggerakkan penisnya cepat. Lalu, tiba-tiba saja perasaan ngilu tersebut berubah menjadi rasa geli yang nikmat. “Aaahhh gelii-hhh…” aku tanpa sadar ikut menggerakkan pinggulku. “Gelii ahhh…” Gilang menggeram. “Dasar perek lu Tania, rasain nih.” Gilang menggerakkan penisnya semakin kasar, sementara tangannya meremas payudaraku kuatkuat dan dijadikannya sebagai tumpuan. “Aahhh Tuan… Ahh…” Dadaku terasa sakit, tapi anehnya vaginaku semakin terasa nikmat. Aku terus meracau dan tanpa sadar aku sudah sangat dekat dengan puncak kenikmatan. “Lonte lu Tania. Makan nih peju gue.” Gilang menghujamkan penisnya dalam-dalam, lalu ia menyemburkan spermanya ke dalam rahimku, sementara tubuhku seketika bergetar dan kembali orgasme. Gilang mencabut penisnya setelah selesai menumpahkan seluruh spermanya, sementara aku dibiarkan telentang dengan kaki mengangkang dan cairan putih yang meleleh di sekitar vaginaku yang terbuka. “Gimana? Masih mau nyangkal kalau lu seneng dikontolin?” tanya Gilang sambil mengelus-elus payudaraku. Aku terdiam tanpa menjawab pertanyaannya. Jauh di dalam lubuk hatiku, sebenarnya aku tahu bahwa aku menikmati perlakuan Gilang terhadapku. Aku menikmati ketika aku disetubuhi dan dilecehkan oleh laki-laki. Tapi sebagian diriku tidak ingin mengakui hal tersebut. “Oke kalau gitu, kita bersih-bersih dulu, terus kita keluar abis ini.” “Ke mana?” tanyaku pelan. Gilang tersenyum miring. “Nanti juga lo tau.” Dalam hati aku berdebar-debar. Apalagi yang mungkin Gilang lakukan terhadapku?Chapter 4 I Am A Whore Gilang mengajakku pergi ke luar dengan menggunakan motor. Aku mengenakan summer dress yang tadi aku pakai dari rumah, namun Gilang melarangku mengenakan bra dan celana dalam. Karena motor Gilang merupakan motor sport, mau tidak mau aku duduk mengangkang dengan tangan yang berusaha menahan rokku agar tidak tertiup angin dan mempertontonkan pahaku pada orang-orang di jalan. Kudengar Gilang tertawa. “Masih aja dijaga itu paha. Memek lu aja udah dipake banyak orang.” Pipiku memerah mendengarkan perkataan Gilang barusan. Iya sih vaginaku sudah dimasuki oleh banyak orang, tapi tetap saja aku risih bagian privasiku dilihat orang lain. Terlebih sekarang aku sedang berada di lingkungan pasar yang kumuh. “Kita mau ke mana, sih?” tanyaku pada Gilang. “Gak usah banyak nanya lo, bentar lagi juga sampe.” Benar saja, tak lama Gilang memarkirkan motornya di depan sebuah ruko di sekitar pasar. Ruko itu terletak di tepian pasar yang tidak terlalu ramai. Hanya terlihat beberapa kendaraan yang terparkir di sana. “Buruan turun!” seru Gilang karena aku diam saja. “Gue gak pake daleman, kalo turun—“ “Alah, flashing dikit doang, belum juga dientot.” Gilang memotong ucapanku. “Buruan, atau gue paksa ampe orang lain liat.” Takut akan ancaman Gilang, aku turun perlahan. Vaginaku sempat terekspos beberapa detik sebelum aku membenarkan posisi rokku. Gilang tertawa-tawa seraya turun dari motor dan merangkul pundakku. “Bokap bakal seneng nih abis lu balik dari sini.” ujar Gilang seraya membawaku ke dalam ruko. Dalam ruko yang kumasuki, terdapat beberapa kasur dengan meja di sampingnya. Dindingnya pun dihiasi oleh foto dan poster. “Lu bakal punya tattoo.” Gilang berbisik di telingaku. “Asik gak tuh dapet tattoo gratis?” Mataku terbelalak. Seumur-umur, aku paling takut dengan tattoo karena orang lain berkata bahwa proses penggambarannya yang sakit. “T-Tapi gue takut.“ “Gue gak peduli. Ini perintah bokap, lu harus nurut.” Gilang menarikku ke suatu meja di pojok ruangan. Aku berusaha melawan dengan menahan diri di tempatku berdiri. Aku menatap Gilang penuh permohonan sambil bergumam jangan’ karena aku benar-benar tidak berani di-tattoo. Plak! “Ah!” seruku setelah Gilang tiba-tiba menampar pantatku. “Lu lonte nurut aja apa kata gue!” Gilang berseru di depan wajahku. Orang-orang yang ada di dalam ruko seketika menatapku rendah. Tak sedikit dari mereka yang bersiul dan menertawakanku. Malu, aku menunduk. “Nurut lo makanya.” Gilang setengah berteriak padaku, sementara aku hanya terdiam. Gilang kembali menarikku ke meja yang sepertinya berfungsi seperti resepsionis. Setelah Gilang selesai dengan urusannya, aku digiring ke lantai dua. Di sana, terdapat lima orang yang sepertinya menunggu kedatanganku dan Gilang. Seseorang dari mereka sudah terlihat duduk di sebuah kursi. Berbeda dengan ruangan di lantai bawah, kasur yang digunakan di ruangan ini adalah obgyn bed. Melihatnya saja membuatku bergidik ngeri. “Bang Doni, nih yang mau ditattoo.” Gilang mendorongku ke depan orang yang ternyata bernama Bang Doni. “Oh, ini.” Bang Doni terlihat memperhatikan tubuhku dari atas sampai bawah. “Mulus juga nih lonte Pipiku semakin memerah mendengar pernyataan Bang Doni. Apalagi setelah aku merasa bahwa empat orang lainnya memperhatikan tubuhku. “Jadi gimana? Dah dapet gambar yang cocok?” tanya Gilang. “Udah dong.” Bang Doni kemudian memperlihatkan sebuah kata dalam aksara Mandarin. “Nih kata cocok ama nih cewek.” “Emang artinya apaan bang?” tanya Gilang. Bang Doni berbisik pada Gilang, lalu keduanya tertawa. “Nah, sekarang lu pada urusin nih cewek.” Bang Doni memerintah keempat orang yang ada di ruangan itu. “Siap, Bos.” “J-Jangan, lepas!” aku berusaha menepis cengkraman tangan orang-orang yang memegangi tangan dan kakiku. “Lepasin! Jangan paksa gue!” Gilang hanya menyeringai melihatku dipegangi oleh anak buah Bang Doni. Sementara itu, aku terus meronta dalam genggaman mereka. “Jangan iket gue! Lepas!” aku berteriak semakin kencang sambil menggerak-gerakkan tangan ketika sadar bahwa kakiku telah dilebarkan dan diikat ke penyangga paha. Seolah tak cukup dengan mengikatku dengan tali, betisku diikat dengan plastic wrap berlapis-lapis. Tanganku disatukan di belakang bed, lalu perut dan tanganku juga dilapisi oleh plastic wrap yang dililit di kasur. Akhirnya, badan, tangan dan kakiku terasa kaku tanpa bisa digerakkan sama sekali. “Nah, gitu kan enak.” Bang Doni mengambil pena, lalu berjalan mendekatiku. “Gue jadi gampang gambarnya.” Lelah berteriak, aku mulai menangis sesenggukan. Aku merasakan guratan pena di paha bawahku. Sepertinya Bang Doni sedang membuat sketsa karena aku tidak merasakan sakit yang berarti. Aku terus menggumamkan kata jangan’ sambil menangis sesenggukan. Sementara itu, kulihat anak buah Bang Doni turun ke lantai bawah sehingga hanya tersisa aku, Gilang dan Bang Doni. Tangisanku semakin menjadi mendengar suara mesin jarum tattoo yang mulai dinyalakan. “Tahan aja kalau sakit, gak usah cengeng.” Bang Doni kemudian mulai menusukkan jarum tattoo-nya ke kulit paha bagian bawahku. Aku kembali berteriak merasakan rasa sakit yang kurasakan. Aku tidak pernah suka dengan jarum dan sekarang aku harus merasakannya berkali-kali untuk hal yang tidak kuputuskan sendiri. “Nih, biar gak sakit-sakit amat.” Gilang kemudian memasukkan sesuatu masuk ke vaginaku. “Aaahhh…” tak sadar aku mendesah merasakan getaran di dalam vaginaku. Ternyata Gilang memasukkan vibrator ke dalam vaginaku dan menyetel getarannya ke dalam mode maksimum. Vaginaku berkedut-kedut merasakan stimulasi dari vibrator itu. Aku ingin menggelinjang, tapi badanku tertahan oleh plastic wrap yang membungkus tubuhku. Kurasakan Bang Doni kembali menusukkan jarum tattoo ke kulitku untuk menyelesaikan satu garis. Aku kembali berteriak, tapi bukan karena sakit yang menyiksa seperti sebelumnya. Entah kenapa vaginaku malah terasa semakin nikmat. “Itu teriak enak apa sakit?” tanya Bang Doni sambil mencuri kesempatan untuk menyentuh vaginaku. “Baru dimasukin vibrator udah banjir.” Bang Doni menyelesaikan gambarnya di pahaku tanpa halangan yang berarti. Mungkin teriakanku memang terdengar seperti teriakan kenikmatan. Setelah selesai, Gilang mencabut vibratornya dari vaginaku. Tertawa, Gilang menunjukkan vibrator yang penuh lendir di depan wajahku. “Keenakan lu? Hahahaha.” Gilang dan Bang Doni tertawa dan semakin menatapku rendah. Sebenarnya aku sebentar lagi orgasme, tapi vibrator di vaginaku keburu dicabut. Aku pikir Bang Doni hanya akan menggambar tattoo di paha kiriku saja, tapi ternyata Bang Doni juga membuat sketsa di paha kananku. “Bang, sebelah aja, jangan dua-duanya, plis. Sakit…” aku memohon pada Bang Doni. “Yang kanan doang artinya cewek, yang kiri doang artinya pelacur.” Bang Doni menghentikan penggambaran sketsanya. “Udah puas sama yang kiri doang?” Aku terdiam, lalu tiba-tiba saja aku terhenyak. Sekarang, di tubuhku sudah tertulis kata pelacur’ yang tidak mungkin aku hilangkan sepenuhnya walaupun suatu saat nanti aku berusaha menghapusnya. Terlebih lagi aku menikmati proses penggambarannya karena vibrator yang dipasang di vaginaku. Mau digambar atau tidak, huruf di paha kananku tidak akan mengubah apaapa. “Santai aja, pelan-pelan juga lo bakal ngerti kalo tujuan hidup lo cuma buat muasin cowok.” Gilang kembali memasukkan vibrator ke dalam vaginaku yang basah. “Nikmatin aja.” Aku ingin menangis dan berteriak bahwa aku bukan pelacur, tapi tubuhku seakan mengkhianatiku. Perasaan geli-geli nikmat yang barusan sempat terhenti kini hadir lagi. Bang Doni menyelesaikan sketsanya, sementara aku sedang mati-matian menahan nikmat. “Cewek mana yang mau-maunya ngentot cuma karena gak punya duit?” Gilang berbisik seraya memainkan klitorisku. “Kalo bukan pelacur, namanya apa?” Aku memejamkan mata dan menggigit bibir kuat-kuat. Tidak, aku tidak boleh menyerah sekarang. “Sekarang gue tanya, sadar gak lo siapa aja yang udah ngentot lo dari kemaren ampe sekarang?” Aku mengangguk pelan. “Tanya temen-temen lo, ada gak yang mau dientot sama dosen? Sama sopir? Sama abang ojek?” Aku menggeleng. Kurasakan bibirku sakit karena kugigit keras-keras. “Itu artinya, lo emang murahan!” gesekan jari Gilang di klitorisku semakin kencang. “Cewek yang murahan cocoknya jadi pelacur!” Hatiku terasa panas, tapi aku tidak memungkiri bahwa sebagian kecil hatiku mengamini perkataan Gilang. Aku menggeram untuk menahan nikmat di vaginaku. Lalu, tiba-tiba baju di bagian dadaku dibuka dan sepasang tangan memainkan kedua putingku. Saat membuka mata,kulihat Bang Doni sedang asyik memainkan jari di kedua putingku yang mencuat. “Ahhh!” Aku akhirnya menyerah setelah Bang Doni mengemut puting susuku. Kepalaku menggelenggeleng, berusaha menahan rasa nikmat yang kembali melanda. Vaginaku yang memang butuh dipuaskan terasa berkedut dan menjepit-jepit vibrator yang dipasang Gilang. Kalau tidak diikat, aku pasti sudah menaik-turunkan pinggulku dengan cepat. “Rasain nih, pelacur!” Kurasakan tangan Gilang mengobok-obok klitorisku. Tubuh bagian atasku bergetar. Mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan. Urat leherku terasa kencang dan kepalaku bergerak-gerak semaunya. “Ahh ah ah ampun Tuan…” aku semakin meracau tidak karuan. “Geliii ampuun…” Seakan tak cukup dengan rangsangan di klitorisku, kurasakan Gilang memegang vibrator yang bersarang di dalam vaginaku dengan sebelah tangannya yang lain untuk kemudian digerakkan maju mundur. Tak ayal aku terbawa ke jurang orgasme. “Ahhh! Gak kuaat-ahhh! Enaakkk…” Rambutku dibasahi keringat, mataku berputar, mulutku membentuk huruf O. Harus kuakui bahwa ini adalah salah satu orgasme terhebat di hidupku. Masih terengah-engah pasca orgasme, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. “Wah wah wah, pantes papa telpon gak diangkat. Ternyata lagi asyik di sini.” Itu suara Pak Darmawan. “Maaf Pa, gara-gara lonte kita gatel.” Gilang menyahut sambil tetap memajumundurkan tangannya di dalam vaginaku. “Liat nih memeknya banjir.” “U-dahh…” aku memohon pada Gilang setelah vibrator yang ia pegang mengenai titik sensitifku berkali-kali. “Berhenti… Capek… Ahh…” “Gimana nih Pa?” tanya Gilang pada Pak Darmawan. “Bikin dia orgasme lagi. Papa mau liat.” “Ahh jangan Tuan… Linu… Aaahhh…” aku yang kepayahan hanya bisa memohon-mohon frustrasi sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tapi, karena terus-terusan dirangsang, vaginaku akhirnya kembali merasa kegelian. Aku mendesahdesah keenakan saat Gilang terus-terusan mengenai titik sensitifku dengan vibratornya dan Bang Doni memainkan kedua payudaraku dengan lihai. Terlebih saat aku melihat Pak Darmawan sedang memperhatikan kami sambil menyeringai senang. “Aaahhh ah ah enak aahh lagiii aahhh…” “Tadi katanya berhenti, hm?” goda Gilang. “J-Jangan berhentii aahhh mau keluar nghhh…” aku menggerak-gerakkan kepala hingga rambutku kusut. “Dikit lagiiihh aahhhh iyaaa-hhh keluaarrrr…” Aku kembali mengalami orgasme, namun kali ini aku mengalami squirt karena kontrol air seniku yang juga acak-acakan karena kebanyakan orgasme. “Keenakan lu? Ampe squirt gitu.” “Dia seneng kalau ada yang nonton.” Pak Darmawan tertawa, lalu mengalihkan pandangannya pada Bang Doni. “Udah, lanjut lagi tattoo-nya. Saya tunggu di bawah.” “Memeknya dikasih vibrator lagi gak Pa?” tanya Gilang. “Gak usah, biar dia kesakitan.” “T-Tuan, gak usah ditattoo lagi Tuan…” aku memohon pada Pak Darmawan. “Sakit Tuan, jangan ditambah lagi Diem kamu, jadi lonte jangan mau enaknya aja.” Pak Darmawan menjawab tanpa melihatku. “Don, kalau bisa tambah satu di deket pusernya. Apapun buat nandain kalau dia lonte.” “Tuan! Jangan Tuan!” aku berteriak pada Pak Darmawan. Kudengar suara mesin dari alat jarum tattoo Bang Doni kembali dinyalakan seiring dengan langkah kaki Pak Darmawan yang semakin menjauh. Selanjutnya, hanya terdengar suara kesakitanku saat Bang Doni menambah tattoo di paha dan bawah pusarku. Katanya, Bang Doni menambahkan kata WHORE’ dengan pusarku sebagai huruf O. Aku sekarang berada di mobil Pak Darmawan setelah membersihkan diri dan berganti baju menjadi rok mini super ketat dan sebuah crop top berwarna hitam. Sama seperti Gilang, Pak Darmawan tidak mengizinkanku menggunakan dalaman. Aku duduk di kursi belakang dengan Pak Darmawan, sementara di kursi depan hanya ada supirnya yang kemarin sempat menyetubuhiku. “Kamu udah ngentot sama supir saya?” tanya Pak Darmawan sambil mengelus-elus pahaku. “I-Iya, Tuan.” jawabku pelan. “Legit banget memeknya Pak.” sahut supir Pak Darmawan sambil mengacungkan jempolnya ke udara. “Terus pas dientot kamu manggil dia apa?” tanya Pak Darmawan lagi. Pipiku memerah sampai ke telinga. “Manggil Pak’.” “Namanya? Gak tau siapa?” Aku menggeleng. “Terus, tukang ojek yang tadi pagi gimana? Tau namanya?” Aku kembali menggeleng. “Tapi kontolnya inget?” tanya Pak Darmawan seraya menggerakkan tangannya ke paha dalamku. “I-Inget, Tuan.” jawabku pelan. Pak Darmawan terkekeh. “Gak salah saya milih kamu. Temen kamu, si Nadia, dari kemaren ngegodain saya biar bisa lulus cepet Tapi gak saya ladenin karena saya udah punya kamu ” ngegodain saya biar bisa lulus cepet. Tapi gak saya ladenin karena saya udah punya kamu. Ah, Nadia, si ayam kampus yang sudah menjadi rahasia umum di kampusku. Ternyata rumor bahwa Nadia sering menggoda dosen agar bisa mendapat nilai memuaskan benar adanya. “Kenapa, Tuan?” “Soalnya kamu punya bakat ngelonte, dia enggak. Kata dosen lain sih dia menang seksi doang, mainnya kurang.” kurasakan tangan Pak Darmawan menyelinap ke belahan vaginaku. “Nah, kamu kan beda. Digodain dikit udah basah.” Pak Darmawan dan supirnya tertawa, sementara aku menunduk untuk menahan malu. Tangan Pak Darmawan semakin bergerilya di tubuhku. Awalnya Pak Darmawan hanya mengeluselus pahaku saja, tapi kemudian tubuhku kembali dikerjai. Rokku diangkat hingga pinggang, atasanku dinaikkan, posisiku dibuat setengah tertidur, rambutku yang tadinya terurai rapi kembali dibuat acak-acakan. Mengikuti permainan, aku mendesah-desah saat Pak Darmawan mengerjai tubuhku. Saat sedang menikmati belaian tangan Pak Darmawan, tiba-tiba saja Pak Darmawan menyuruh supirnya memberhentikan mobil. “Nah, berhenti dulu ya sayang.” Pak Darmawan merapikan kembali bajuku. “Kamu tolong beliin saya barang-barang yang ada di list ini di minimarket itu. Saya tunggu di mobil.” Aku membaca daftar belanjaan Pak Darmawan. Tercatat barang-barang seperti kondom dan minuman energi. “Ini buat siapa, Tuan?” tanyaku. “Titipan temen saya.” Pak Darmawan membukakan pintu mobil di sebelahku. “Udah, tolong beliin sana. Ini duitnya.” Setelah memberikanku beberapa lembar uang, aku masuk ke dalam minimarket di pinggir jalan yang dimaksud Pak Darmawan. Aku berkeliling untuk mencari barang-barang di daftar belanjaan itu, kemudian aku menghampiri kasir untuk membayar. Dalam keranjang belanjaanku, terdapat minuman energi, sosis siap saji, es krim, krim kocok, tisu basah, dan selotip. Sementara petugas kasir meng-scan barang belanjaanku, aku memilih-memilih kondom di rak yang ada di meja kasir. “Mas, sama rokok mentholnya satu ya. Koreknya juga.” kataku sambil menaruh bungkusan kondom di samping belanjaanku yang lain. “Banyak amat beli kondomnya neng, nyetok?” tanya petugas kasir tersebut sambil menahan tawa. “Titipan temen.” jawabku malas. Kondom dan rokok serta korek yang kubeli disatukan dalam satu plastik kecil, sementara sisanya disatukan di plastik yang agak besar. Kuserahkan tiga lembar uang lima puluh ribuan untuk membayar belanjaanku. “Makasih ya neng.” petugas kasir tersebut menyerahkan struk dan kembalianku. “Lain kali kalau main ajak-ajak dong.” Petugas kasir tersebut tertawa, sementara aku yang terlalu malas meladeni langsung buru-buru berjalan keluar dari minimarket. Saking terburu-buru, aku tersandung dan tak sengaja mempertontonkan selangkanganku yang tidak terbungkus apa-apa pada sang petugas kasir. Tawa petugas kasir tersebut semakin kencang, sementara aku hanya memperbaiki pakaianku seadanya sebelum membuka pintu minimarket. Sayup-sayup, kudengar petugas kasir tersebut berseru “Dasar lonte.” Sesaat setelah sampai di pinggir jalan, aku terperangah saat tidak menemukan mobil Pak Darmawan di tempat barusan. Aku bertambah panik setelah sadar bahwa aku tidak membawa telepon genggamku. Kalau sudah begini, tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain menunggu Pak Darmawan di pinggir jalan. Saat sedang menunggu Pak Darmawan, sebuah mobil sedan tiba-tiba menghampiriku. Sang pengemudi membuka jendela mobilnya, lalu menyuruhku mendekat. “Lu baru ya di sini?” tanyanya. Aku kebingungan. “Hah?” “Lu baru mangkal di sini?” tanyanya sekali lagi. “Saya nggak mangkal Pak. Lagi nunggu temen.” jawabku. “Alah, gak usah jual mahal lo, lo pikir gue gak ngerti tulisan di paha lo?” Seketika aku sadar bahwa tattoo di pahaku cukup besar hingga bisa terbaca dari jarak tiga meter. “E-Eh, i-ini, enggak, saya—“ “Udah sebut aja, berapa semalem? Gue mau nyoba barang baru nih.” “N-Nggak gitu, s-saya bukan disewa.” jawabku lagi. “Saya ada yang punya.” “Yaudah gue tungguin ampe yang punya lu dateng. Ampe lu boong, gua seret lu masuk mobil.” Aku yang mulai was-was semakin gelisah di tempatku. Untungnya, tak lama mobil Pak Darmawan mulai terlihat dan berhenti di belakang mobil sedan itu. Pak Darmawan kemudian menghampiriku. “Ada apa, Tania?” tanya Pak Darmawan. “I-Ini Pak—eh, Tuan, bapak ini mau nyewa saya.” jawabku dengan pipi memerah. Pak Darmawan kemudian mendekati pemilik sedan itu. “Bener bapak mau nyewa ini lonte?” “Tadinya iya Pak, tapi kalau bener ada yang punya sih ya udah saya cari yang lain aja.” “Bapak kalau mau pake ga usah nyewa, nanti saya kirim dia ke tempat bapak. Tapi jangan malem ini Pak, mau saya pake dulu.” Aku merasa seperti objek yang dengan mudahnya dipinjam-pinjamkan. Tapi anehnya, vaginaku malah berkedut-kedut membayangkan bahwa aku bisa dengan mudah ditiduri orang lain. Kulihat Pak Darmawan dan pengemudi sedan tadi saling bertukar kartu nama, lalu aku dibawa kembali ke dalam mobil Pak Darmawan. “Maaf ya sayang, barusan saya habis beli perkedel Bondon di deket stasiun.” ujar Pak Darmawan sambil mengelus-elus rambutku. “Perkedelnya ada, bondon*-nya enggak.” *bondon = pelacur, bahasa Sunda Aku hanya menjawab sekadarnya. “Iya, Tuan.” “Gimana rasanya ditawar kaya tadi? Seneng?” Aku terdiam dan menunduk. Aku memainkan jari-jariku karena tidak tahu harus berkata apa. “Ya udah kalau nggak mau jawab. Buka lagi pahanya.” Aku membuka pahaku dengan sebelah paha disampirkan pada kaki Pak Darmawan. “Basah banget sayang, seneng ya?” Aku memalingkan wajah ke samping, menutupi wajahku yang memerah. “Gak apa-apa, wajar kok lonte seneng ada yang nawar. Rasanya punya harga walaupun cuma beberapa ratus ribu.” Seharusnya aku sedih atau marah mendengar pernyataan Pak Darmawan, tapi aku malah diam, terlebih vaginaku malah tambah berkedut-kedut. “Nah, mending kamu nyoba dulu perkedel yang tadi saya beli.” Pak Darmawan mengeluarkan sebuah perkedel dari kantung plastik. “Ini perkedelnya…” Pak Darmawan lalu mengoleskan perkedel yang masih panas tadi ke vaginaku “Ini bondonnya. Nih.” Pak Darmawan menyodorkan perkedel beroleskan cairan vaginaku sendiri di depan mulutku. Aku menggeleng-geleng sambil mengatupkan bibirku rapat-rapat. “Ayo dong Tania, masa harus saya kasarin dulu?” Aku masih mengatupkan mulutku dan berusaha meminta belas kasihan Pak Darmawan dengan menatap matanya. Usahaku tidak membuahkan hasil karena Pak Darmawan tiba-tiba menjambak rambutku dengan keras sehingga aku berteriak tertahan. “Buka nggak itu mulut, mau saya kasih kamu ke bapak tadi malem ini juga?” Takut dengan ancaman Pak Darmawan, aku sedikit-sedikit membuka mulut dan perkedel rasa cairan vaginaku langsung masuk ke dalam mulutku. “Kunyah yang bener!” perintah Pak Darmawan. Aku mengunyah perkedel itu pelan-pelan, mencoba melupakan fakta bahwa aku sedang memakan cairan vaginaku sendiri. Dengan susah payah, aku menelan perkedel itu lewat kerongkonganku. “Gimana rasanya? Enak kan?” Pak Darmawan tertawa melihat ekspresi tersiksaku. Lalu, Pak Darmawan dan supirnya bergantian mengoleskan perkedel ke vaginaku untuk mereka makan sendiri atau kembali disuapkan secara paksa padaku. Kalau vaginaku sudah kering, Pak Darmawan akan mengerjai tubuhku hingga cairan vaginaku kembali keluar. Itu semua mereka lakukan hingga kantung plastiknya kosong. Terlalu fokus dikerjai, aku tidak sadar bahwa sekarang aku sudah berada di pelataran sebuah villa. “Kamu istirahat dulu malem ini. Besok, kita pesta sampai larut.” ujar Pak Darmawan sebelum menyuruh supirnya menyeretku ke sebuah kamar di lantai atas. Mengingat barang-barang yang tadi kubeli, aku jadi bergidik ngeri. Apa yang mungkin Pak Darmawan lakukan dengan berbotol-botol minuman energi dan selusin kondom?Chapter 5 Degradation “Neng Tania, bangun!” Masih setengah terbangun, aku merasakan guncangan di badanku. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, beradaptasi dengan matahari pagi yang masuk ke sela-sela kamar. “Bangun neng, udah siang.” Ternyata supir Pak Darmawan yang membangunkanku barusan. Kurasakan tangannya yang kasar memegang bahuku. “Hm? Ini jam berapa?” tanyaku yang masih linglung. “Jam 7 neng. Mending neng siap-siap dulu sebelum Bapak bangun.” “Siap-siap apa sih?” aku terduduk sambil menutup badan bagian depanku dengan selimut. “Mandi dulu aja neng, sebelum Bapak marah sama neng.” Walaupun kadang-kadang kurang ajar, supir Pak Darmawan ini sebenarnya baik juga. Kalau menurutku sih, hanya sangat mesum saja. “Ya udah. Makasih ya Pak udah ngebangunin.” “Mana tanda terima kasihnya?” Aku mendengus. “Nanti deh Pak, saya masih ngantuk.” “Bapak mau remes toket dikit aja neng. Gemes liat toket neng dari semalem.” ujar supir Pak Darmawan dengan mata jelalatan. Aku memutar bola mata, lalu menurunkan selimutku. “Ya udah Pak, sini.” Supir Pak Darmawan langsung meraih kedua payudaraku yang tidak terbungkus apa-apa. Aku memekik kesakitan karena payudaraku tiba-tiba diremas dengan sangat kasar. “Ah! Pelan-pelan Pak!” “Alah biasanya juga dikasarin Bapak atau den Gilang nengnya keenakan.” ujarnya sambil terus meremas kedua payudaraku dengan gemas. “Paling memek neng sekarang juga banjir.” “Enggak Pak…” aku menjawab sambil menggigit bibir bawahku untuk menahan linu. “Masa?” supir Pak Darmawan tiba-tiba menghentikan remasannya dan memasukkan sebelah tangannya ke dalam selimut untuk memegang vaginaku. “Ini apa neng?” “Eh i-itu bukan—“ “Alah, dasar perek, dimana-mana sama aja.” Supir Pak Darmawan mengoleskan tangannya yang basah oleh cairan vaginaku ke payudaraku, lalu menampar keduanya bergantian. “Ah! Sakit Pak! Udah!” “Dasar perek sialan!” supir Pak Darmawan menampar kedua payudaraku sekaligus kuat-kuat hingga aku menjerit. “Kalau bukan punya majikan gua, udah gua abisin lu pagi ini.” Selesai berkata begitu, supir Pak Darmawan menjepit putingku kuat-kuat, lalu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar. Aku merasa tidak karuan, tapi juga bersyukur karena beliau tidak meminta jatah lebih. Setelah mengatur nafas dan memijit-mijit payudaraku yang terasa perih, aku memegang vaginaku sendiri. Ternyata benar apa kata supir Pak Darmawan bahwa vaginaku memang basah. Tapi sejak kapan aku terangsang? Memilih untuk tidak ambil pusing, aku berjalan menuju kamar mandi. Di sana, aku menemukan sepasang bra dan celana dalam berwarna kulit serta sebuah catatan yang sepertinya ditulis oleh Pak Darmawan. Mandi yang wangi, lalu pasang BH sama CD yang sudah saya taruh. Selesai siap-siap, kamu harus merangkak sampai ruang tamu dan berlutut menghadap TV. Saya tunggu jam atau kamu akan dapat hukuman.’ Aku meringis ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul Tidak ingin datang terlambat, aku akhirnya hanya mandi sekenanya dan langsung memakai bra dan celana dalam, lalu segera merangkak ke luar kamar. Aku meringis ketika ingat bahwa aku harus menuruni anak tangga dengan merangkak. Sampai di bawah, lutut dan telapak tanganku terasa perih. Aku bersyukur dalam hati ketika melihat jam tepat menunjuk ke jam Dengan tenang, aku berlutut menghadap televisi, membelakangi sofa. Tak lama, kudengar langkah kaki menuju ke arahku. Dari suaranya, sepertinya ada lebih dari satu orang. “Bagus Tania, kamu sudah siap sebelum saya datang.” Pak Darmawan berbisik di telingaku. “Sekarang, balik badan.” Aku membalikkan badan untuk menghadap sofa. Betapa terkejutnya aku melihat lima dosenku berkumpul di sofa tersebut. Kulihat semuanya menyeringai ke arahku. “Kamu kenal mereka, kan?” “I-Iya Tuan.” jawabku pelan. “Samperin satu-satu dong, cium kakinya.” Dengan agak gemetar, aku merangkak ke sofa tempat dosen-dosenku duduk. Direndahkan di depan orang-orang yang mengenalku seperti ini membuatku merasa tidak lagi punya harga diri. Apa yang ada di pikiran mereka melihat mahasiswi yang pernah mereka ajar sekarang berperilaku seperti pelacur? “Pagi, Pak Heru.” sapaku pada dosen pertamaku seraya menciumi kakinya. “Pagi, Tania. Udah jago jadi perek ya sekarang.” jawab Pak Heru diiringi gelak tawa dosen-dosen lainnya. Kurasakan wajahku semakin memerah. “Pagi, Pak Tommy.” sapaku pada dosenku yang kedua. “Pagi, pecun.” jawabnya seraya menampar pantatku. “Wah baru juga ketemu langsung main tampar aja Pak.” sahut Pak Heru yang mulai berani memegang-megang tubuhku. “Lah katanya si Tania bisa kita nikmatin sepuasnya, iya kan Pak Darmawan?” “Iya, Pak Tommy. Budak saya bebas dipakai sepuasnya.” jawab Pak Darmawan. “Widih, jago nih pasti.” sahut Pak Tommy seraya menampar pantatku lebih keras hingga aku memekik. Selesai menciumi kaki Pak Tommy, aku beralih ke dosenku yang ketiga. “Pagi, Pak Budi.” “Pagi, Tania.” kurasakan tangan Pak Budi mengelusi tubuhku dengan halus. “Makin seksi aja.” Mendengarnya, aku menciumi kaki Pak Budi dengan lebih semangat sebagai ungkapan terima kasih. “Pagi, Pak Ahmad.” sapaku pada dosenku yang keempat. “Pagi, Tania.” tangan Pak Ahmad pun mengelusi tubuhku, namun tidak sehalus Pak Budi. “Kalau dulu saya tahu kamu bisa dipake, kamu tinggal saya suruh ngangkang, nggak perlu ikut ujian berkali-kali.” Ah iya, aku jadi ingat dulu aku harus mengikuti ujian perbaikan hingga dua kali karena tidak luluslulus. “Kamu emang lebih cocok jadi lonte daripada mahasiswi.” tambah Pak Ahmad seraya meremas pantatku. Kurasakan vaginaku berkedut. “Pagi, Pak Hendra.” sapaku pada dosenku yang terakhir. “Iya, pagi.” jawab Pak Hendra singkat. “Ayo lah Pak, gak usah malu-malu gitu.” sahut Pak Heru. “Iya Pak, mainin perek kaya dia mah gak usah kebanyakan mikir.” Pak Tommy menimpali. “Nanti aja Pak, saya siksa pake hasil eksperimen saya.” jawab Pak Hendra. “Sekarang aja lah Pak, kita mau liat.” lanjut Pak Tommy. “Sabar sabar.” Pak Hendra menarik kepalaku dari kakinya. “Udah cukup, balik lagi ke tuan kamu.” Setelah selesai menciumi kaki Pak Hendra, aku kembali merangkak ke samping Pak Darmawan. “Bagus, Tania.” Pak Darmawan mengelus-elus kepalaku layaknya seekor anjing. “Sekarang kita mau ngasih hadiah buat kamu.” Selesai berkata begitu, tiba-tiba saja celana dalam dan bra yang kupakai mengetat. Kurasakan sebagian bahan di bagian puting dan klitorisku berubah menjadi kenyal dan hangat. “T-Tuan, bajunya kenapa?” tanyaku seraya memegang-megang bra dan celana dalamku sambil melihat ke arah Pak Darmawan. “Siap, Tania?” tanya Pak Hendra. Aku melirik Pak Hendra dengan mata horor sebelum tangannya memencet sebuah tombol di remot kecil. “Aahhh…” Aku refleks merangkak saat tiba-tiba saja bagian kenyal di puting dan klitorisku bergetar. Rasanya sungguh geli, melebihi rangsangan apapun yang pernah kuterima sebelumnya. “Enak, Tania?” tanya Pak Darmawan sambil mengelus-elus rambutku. “Aahhh geli Tuan, aahhhh…” aku merasakan kakiku bergetar menahan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh. “Tapi enak kan?” “Enak, enaaakk ahhh…” Tanpa sadar aku menggoyang-goyangkan pinggulku untuk berusaha mencapai kenikmatan yang lebih banyak. “Hahaha dasar anjing betina, dikasih enak dikit langsung minta lebih.” sahut Pak Ahmad diiringi tawa dosen-dosenku yang lain. “Tau kamu bisa dipake, udah saya garap dari dulu kamu Tania.” Menerima rangsangan bertubi-tubi dan direndahkan seperti itu nyatanya membuat vaginaku semakin berkedut. “Aaahhh mau keluar, enak, ahhh…” Aku sudah siap dengan orgasme yang akan datang saat tiba-tiba getaran di puting dan klitorisku berhenti dan bahan kenyal tersebut berubah menjadi dingin. Seketika badanku kejang-kejang karena tidak jadi orgasme. “Aahhh…” badanku semakin bergetar karena menahan siksaan birahi. “Dingin…” “Gimana? Enak?” tanya Pak Darmawan sambil mengelus rambutku sayang. Aku menggeleng pelan. “Kentang, ya?” tanya Pak Hendra. Dalam hati, aku berkata iya. “Saya udah masang bahan yang bisa otomatis bergetar di puting sama klitoris kamu.” Pak Hendra kemudian mengangkat remot kecil yang barusan ia pegang. “Pakai remot ini, saya sudah memasukkan input data kapan baju kamu harus bergetar. Alat ini sudah pakai teknologi AI, jadi kamu nggak akan dapet orgasme selama kamu masih pake baju itu.” “Mmhh…” aku kembali merasakan getaran lemah di klitoris dan putingku. “Udah mulai nafsu lagi aja dia.” ujar Pak Hendra seraya mendecih. “Namanya juga perek.” timpal Pak Ahmad. Ternyata getarannya meningkat seiring dengan meningkatnya kedutan vaginaku. Aku mati-matian menahan desahan karena tidak ingin dosen-dosenku tahu bahwa diam-diam aku senang dilecehkan. “Merangkak sana, emut penis dosen-dosen yang udah ngajarin kamu.” ujar Pak Darmawan seraya menampar pantatku. Sementara Pak Darmawan meninggalkan ruangan, aku mati-matian merangkak menuju sofa tempat dosen-dosenku duduk. Aku menggigit bibir hingga bibir bawahku sakit. “Udah lah, nggak usah gengsi gitu. Desah mah desah aja, kita tahu kok kamu nafsu.” ujar Pak Ahmad sambil menjulurkan kakinya untuk mengelus-elus payudaraku. “Mmhh…” aku akhirnya mendesah kecil ketika getaran di klitoris dan putingku terasa semakin kuat. “Alah, lama!” Pak Tommy tiba-tiba bangkit dari duduknya, lalu menarik rambutku hingga wajahku tepat berada di depan selangkangannya. “Isep punya saya dulu. Yang bener isepnya.” Aku membuka ikat pinggang dan celana Pak Tommy dengan agak terburu-buru. Dari perilakunya, Pak Tommy terlihat sangat dominan. Aku hanya tidak ingin mencari masalah dengan Pak Tommy dan mendapatkan hukuman, jadi aku ingin memberikan pelayanan yang terbaik padanya. “Nah, bener, isep terus kaya gitu.” Pak Tommy berkata seraya menjambak rambutku ke belakang. “Uh, dah sering nyepong ya kamu, hm?” Kedutan vaginaku semakin menjadi-jadi karena perkataan Pak Tommy, begitu juga getaran yang kurasakan di titik-titik sensitifku. Menahan nafsu, aku mengerang tertahan karena mulutku tersumpal penis Pak Tommy. “Pinter ngelonte kamu ya.” geram Pak Tommy sambil menahan kepalaku dan memasukkan penisnya dalam-dalam ke dalam mulutku. “Dasar lonte sialan.” Getaran yang kurasakan semakin kencang karena tak sadar vaginaku berkedut. Sebelum sempat orgasme, lagi-lagi getaran di titik-titik sensitifku berhenti. Aku kembali melenguh karena tersiksa birahi. “Udah udah, gantian sepong yang lain.” ujar Pak Tommy seraya menarik lepas penisnya dari mulutku dan mengarahkannya ke penis Pak Ahmad. “Kita pake lontenya bareng, bapak-bapak. Fungsi ini lonte kan bikin kita-kita ngaceng.” ujar Pak Ahmad yang sekarang sedang kuemut batang penisnya. Aku merasakan tangan-tanganku diambil oleh Pak Heru dan Pak Hendra agar aku bisa mengocok batang penis keduanya. Jadi, sekarang aku sedang berlutut dengan mulut tersumpal penis dan kedua tangan mengocok batang penis dosen-dosenku. Karena nafsuku terus naik tapi tak kunjung mendapatkan orgasme, secara tidak sadar aku melayani ketiganya dengan semangat. “Kesenengan dia dapet banyak kontol.” kudengar Pak Ahmad mendecih setelah berkata demikian. “Mantep juga kocokannya.” komentar Pak Heru. “Padahal dulu dia main sama anak-anak alim di kelas saya. Kalau mereka tau, kelar dia.” Aku mati-matian menahan diri agar tidak terangsang dengan kata-kata mereka, tapi tubuhku menolak untuk bekerjasama. Kedutan yang kurasakan semakin kencang sampai aku menggoyanggoyangkan pinggul untuk melampiaskan nafsu. “Duh, pengen dimasukin ya memeknya?” tanya Pak Budi sambil mengelus-elus rambutku. Aku mengangguk-angguk sambil tetap mengulum penis Pak Ahmad dengan semangat. Rasanya aku sudah menyerah untuk menolak kenikmatan yang datang bertubi-tubi. “Aduh, bukannya kita nggak mau, tapi kita takut kena penyakit kalau masukin kontol ke memek kotor kamu. Gimana tuh?” ujar Pak Heru yang diiringi oleh tawa dosen-dosenku yang lain. Badanku kembali berkelojotan karena baju yang kukenakan kembali terasa dingin. “Wah Tania… Baru disuruh nyepong aja udah mau orgasme dua kali. Gimana kalau dientot?” hina Pak Hendra seraya meremas payudaraku. “Pak Budi, sini Pak, cicipin servisnya.” kudengar Pak Ahmad berkata begitu sambil melepaskan penisnya dari mulutku dan berdiri dari tempatnya. Pak Budi kemudian menggantikan posisi Pak Ahmad dan tanpa ba-bi-bu langsung memasukkan penisnya ke dalam mulutku. “Wah, sepongannya udah selevel perek yang biasa saya pake.” komentar Pak Budi sambil memegang kepalaku. “Jago juga nih Pak Darmawan milih cewek.” Aku mengulum penis Pak Budi sebelum digantikan oleh penis Pak Heru, lalu pak Hendra. Dosendosenku tidak berhenti menghinaku dan kedutan di vaginaku tidak berhenti. Setelah dua puluh menit, kudengar suara Pak Darmawan memasuki ruangan. “Tania, sini sayang.” panggil Pak Darmawan. Aku bangkit dari posisiku yang sedang menungging dengan lidah yang menjilat-jilat ujung penis Pak Tommy dan tangan yang bergerilya untuk mengelusi penis-penis dosen-dosenku yang lain. Aku kemudian merangkak ke samping Darmawan. “Gimana, bapak-bapak? Enak?” tanya Pak Darmawan. “Enak Pak, jago juga Bapak milih perek.” jawab Pak Ahmad. “Bagus, Tania.” Pak Darmawan mengelus-elus kepalaku dengan sayang. “Nah, kalau gitu, sekarang saya bawakan hidangan utama bapak-bapak.” Pak Darmawan memanggil supirnya, lalu kulihat supir Pak Darmawan masuk ke ruangan bersama seorang wanita dengan postur tubuh yang tidak asing bagiku. Tangan dan kakinya diborgol, sementara matanya ditutup selembar kain hitam. Mataku membelalak ketika sadar bahwa aku memang mengenali wanita tersebut. “N-Natalia?” aku berbisik pelan, masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Kulihat ia meronta-ronta, bahkan saat supir Pak Darmawan melepaskan tutup matanya. Matanya mengerjap-ngerjap, sepertinya untuk menyesuaikan cahaya di sekitarnya. Kulihat matanya terbelalak melihatku merangkak di samping dosenku sendiri. “T-Tania?” tanyanya tidak percaya. “L-Lo ngapain?” Kurasakan pipiku memerah. Vaginaku dengan kurang ajarnya berkedut membayangkan bagaimana temanku juga menganggapku perempuan murahan. Aku menggigit bibir untuk menahan desah. “Eh liat, seneng tuh si perek liat temennya mau diperkosa.” kudengar Pak Ahmad berseru pada dosen-dosenku yang lain. Aku menahan diriku mati-matian dengan menggigit bibirku kuat-kuat. Namun getaran di puting dan klitorisku yang semakin intens membuatku ambruk dan menyerah pada kenikmatan. Aku menggerak-gerakkan pinggul karena rasa geli-geli nikmat yang semakin menjadi. Tawa seluruh lelaki di ruangan itu menggema hingga ke telingaku. “Heh perek, bisa-bisanya lu horny liat temen lu diiket kaya gitu.” sahut Pak Tommy yang melihatku kepayahan. Aku tidak menjawab dan memilih untuk terus menggerak-gerakkan pinggulku hingga rasa dingin itu datang lagi. Aku meneteskan setitik air mata karena siksaan birahi ini. Sungguh, aku hanya ingin orgasme dan melampiaskan hasratku. “Jadi gini Tania.” Pak Darmawan menghampiriku yang kepayahan di lantai. “Kita mau nikmatin temen perek kamu ini, tapi dia masih gak mau. Kamu bujuk dia sampai dia mau ditidurin, baru saya bolehin kamu orgasme.” “Jangan Pak, jangan sentuh temen saya.” aku bersimpuh di kaki Pak Darmawan. “Tolong jangan Pak, pake saya aja.” “Ngelunjak kamu ya.” Pak Darmawan menendang tubuhku dan menendang vaginaku, membuat getaran itu muncul lagi. “Mmmhhh…” tanganku menggapai-gapai menahan birahi, pinggulku bergerak tak beraturan. “Ayo Tania, mau dipuasin nggak memeknya?” tanya Pak Darmawan sambil terus-terusan menendang-nendang kecil vaginaku. “Aahhhh nggak kuat, saya nggak kuat Pak…” secara tidak sadar aku menggerak-gerakkan pinggul untuk mendapatkan kenikmatan yang lebih dari kaki Pak Darmawan. “Suruh temen kamu nyobain kontol makanya. Cepetan!” Aku sempat melihat mata sayu Natalia sebelum merangkak dan bersimpuh di kakinya. Menyingkirkan sisa keraguanku, aku berkata lirih pada temanku. “Nat, tolong gue Nat… Please…” “Lu yang harusnya nolong gue Tan, nanti gue bakal nolongin lu.” kudengar Natalia balik memohon padaku. “Tapi gue mau kontol Nat… Kontol enak…” aku kembali menggoyang-goyang pinggulku karena rasa geli di vaginaku yang semakin menjadi. “Percaya sama gue Nat, kontol tuh enak…” “T-Tania, lo—“ “Nat, gue serius… Cobain dulu memek lu dikontolin, ahh enak, aahhh…” lagi, klitorisku tiba-tiba menjadi dingin dan badanku kembali bergetar. Dengan sisa-sisa nafasku, aku berucap lirih. “Nat, tolongin gue…” Tak lama kemudian, getaran itu kembali lagi. Kewarasanku yang semakin menipis membuatku meracau tidak jelas sambil terus memohon temanku untuk mau disetubuhi oleh dosen-dosen kami. Semakin aku mencoba untuk melampiaskan hasratku, semakin aku tersiksa karena hasratku dipaksa untuk berhenti tiba-tiba. Tanpa sadar aku pun mulai menangis karena siksaan birahi ini. “T-Tan… Y-Yaudah deh…” akhirnya kudengar Natalia mengungkapkan persetujuannya dengan sangat pelan. “Jadi? Mau dientot?” kulihat Pak Darmawan meremas sebelah payudara Natalia, lalu temanku itu mengangguk pelan. “Nah, gitu dong.” Pak Darmawan kemudian menggiring Natalia ke tengah-tengah dosen-dosenku, kemudian tubuh sintal temanku mulai digerayangi oleh tangan-tangan kasar mereka. “Hebat kamu Tania.” Pak Darmawan mengelus rambutku sayang. “Sesuai janji, kamu bakal saya kasih izin untuk orgasme.” Kulihat Pak Darmawan meraih remot kontrol di meja, lalu beliau menyeretku keluar ruangan hingga menuju halaman belakang. Mataku terbelalak melihat delapan orang lelaki ternyata sudah menungguku dan menatapku dengan tatapan lapar. “Kalau temen kamu dapet kontol dosen, kamu cuma dapet kontol supir dan penjaga villa.” bisik Pak Darmawan di telingaku sebelum mendorongku ke tengah-tengah sekumpulan lelaki itu. “Jangan lupa orgasme yang banyak. Bersyukur akhirnya kamu dapet kontol.” Kurasakan bra dan celana dalamku mulai mengendur dan tidak lagi bergetar. Tanpa menunggu waktu lama, tangan-tangan kasar supir-supir dan penjaga villa itu mulai menggerayangi tubuhku dan melucuti kain dari tubuhku. “Gila, udah banjir banget!” sahut seseorang diantara mereka. “Langsung tancep juga bisa ini sih.” “Yaudah, tancepin aja.” sahut seorang lagi. “Paling gak sampai semenit dia udah orgasme.” “Nih gue tancepin ya…” “Aaahhhh…” karena sudah lama menantikan sentuhan di vaginaku, kenikmatan langsung menjalar di seluruh tubuhku, sampai-sampai mataku berputar. Kudengar mereka tertawa sebelum vaginaku digenjot kencang oleh lelaki yang penisnya sedang bersarang di vaginaku. Benar saja prediksi mereka, aku orgasme hebat dalam waktu kurang dari semenit. “Wah, ini memek beneran haus kontol nih.” “Genjot lagi yang kenceng, keenakan dia tuh.” “Masukin kontol ke mulutnya juga tuh, kasian megap-megap h Hari ini adalah hari minggu , hari yang di janjikan alice bertemu dengan vero teman kami saat dulu masih menempuh pendidikan bersama di kampus. Walau berbeda jurusan dengan saya dan alice , kami cukup dekat dengan vero di karnakan vero tinggal 1 kost dengan alice tetangga lah gtu saat itu, dan saya memang sering main ke kostan alice saat itu untuk sekedar main, mengerjakan tugas bersama bahkan kalau lagi “ kepengen “ saya ke sana. Jam sudah menunjukan pukul 9 pagi saat itu, sinar matahari pagi dengan malu malu menembus hordeng kamar apartemen alice yang berada di lantai 27 ini. Saya terbangun lebih dulu saat itu , dengan mata masih berat saya melihat ke samping , terbaring serorang wanita matang nan cantik tidur dengan lelap nya hanya menggunakan CD hitam nya , begitu indah pemandangan pagi saat itu pikir saya. Tak lupa sebelum beranjak dari kasur , saya sempatkan untuk sekedar mencium kening alice dan mengucapkan selamat pagi. Gambaran alice pagi itu “pagi nyet , sudah siang ayo bangun , masa anak perawan bagun siang-siang nanti di gosipin tetangga” bisik saya setelah mencium kening alice di pagi itu. “pagi njing , anak nya udah nga perawan , baru di perkosa lagi semalam sama yang nanya , jadi gpp lah bangun siang” jawab alice sambil masih terpejam dan tersenyum. Mendengar cletukan alice membuat saya tertawa sebentar membayangkan apa yang terjadi semalam, malu , senang, lucu bercampur jadi 1. “hahahha..ayo ah bangun , gw buatin sarapan & kopi ya”timpal saya sambil berusaha bangun dari kasur sambil meremas bongkahan pantat alice yang saat itu masih tiduran dengan posisi memunggungi saya. “ kamu memang the best , gula nya jangan banyak-banyak beb lagi diet.. love you” jawab alice senang , merespon ajakan saya. Habis sarapan & menyeruput kopi kita saat itu kami pun merencanakan rencana kita untuk pergi ke apartemen vero siang ini. Tak lupa alice kembali me make sure vero tentang pertemuan kita hari ini. Perjalanan di tempuh sekitar 45 menit dari apartemen alice saat itu. Tak terasa kami sudah sampai di apartemen vero saat itu. Sepanjang jalan kami terus bercerita tentang fantasi sex apa saja yang pernah kami bayangkan saat kami lama tak bertemu kemarin. Alice sangat mendambakan sex di pinggir pantai yang sunyi , hanya terdengar deburan ombak dan di sinari sunset sore hari. Tapi apa daya kami tinggal di indonesia , di mana sangat jarang ada pantai yang sepi pengunjung atau bahkan tidak ada orang sama sekali untuk bisa melakukan fantasi alice. Mungkin butuh waktu ratusan tahun untuk menabung membeli pulau sndiri dan melakukan fantasi nya. Kami pun sampai di lobby apartemen vero saat itu , kami menunggu vero menjemput kami di bawah , karena memang apartemen vero ini adalah excelusive residence , jadi tidak semua orang bisa masuk ke area tempat tinggal para penghuni. 15 menit kami menunggu vero di lobby sambil di temani butler / pelayaran pribadi lantai ini yang memang di siapkan oleh tempat ini untuk para tamu penghuni. Vero pun muncul dari balik ruangan yang sepertinya lift untuk menuju ke atas. Gambaran veronica “alice….franss…” sapa vero dari kejauhan. “ apa kabar bebii.” buka vero sambil memeluk dan mencium pipi alice kanan kiri. “hei frans..makin ganteng juga ya lo hahaha” buka vero lagi sambil menyapa saya dan memeluk saya. “baik ver , lu sndiri gimana kabar nya?” jawab saya sambil berusaha melepaskan pelukan nya, agar bisa melihat vero lebih jelas lagi. Sangat terasa di saya saat itu vero tidak menggunakan bra nya seperti kebiasaan nya dulu saat masih kuliah. Melihat pandangan saya tertuju kepada buah dada nya vero, alice pun mencubit paha saya dari belakang. “adudududu” reflek saya pelan. Melihat respon saya vero pun memulai obrolan lagi. “nape lo frans ?” sambil tertawa “gpp ver , eh gimana, cerita-cerita dong tentang kerjaan di kantor lu” buka saya. “eits santai aja bro. Ayo naik ke atas , kita obrolin di atas” ajak vero sambil berusaha menarik tangan saya untuk mengikuti nya. Gandengan tangan kami di lepas paksa oleh alice yang saat itu berada di belakang kami dengan cara alice menyusup di tengah antara gandengan tangan kita. Sambil memegang tangan saya dan vero alice berusaha mengalihkan perhatian kami dari perlakuannya yang sedang dia lakukan terhadap kami. Vero terlihat tidak mengambil pusing tingkah alice barusan dan tetap berjalan riang menuju lift. Tapi saya sangat merasakan hawa ketidak sukaan alice saat vero dekat dekat dengan saya. “welcome to my humble home” buka vero saat membuka pintu kamar apartemen nya. “cihh songong anjing” jawab alice sambil tertawa. Melihat isi apartemen vero ini saya hanya bisa tekejut kaget melihat kemewahannya. Dari ruang tamu yang besar, dapur , bahkan yang biasanya balkon apartemen itu hanya berupa balkon untuk melihat ke bawah / menjemur pakaian , saking besarnya bisa ada private pool di sana bersanding serasi dengan jacuzi air panas. Saya taksir biaya sewa apartemen ini pasti bisa sampai di atas 50jt per bulan. Kalo di beli jangan di tanya lagi , pasti sudah puluhan milyar menurut saya. “ boros bgt hidup lu ver, punya apartemen segini mewah nya , kenapa lu ga sekalian beli rumah aja” buka saya “ rumah udah 3 frans , gw bingung mau beli apa lagi, makanya gw beli ini skalian” timpal vero sambil menuangkan susu ke gelasnya. “sombong si monyet” jawab alice tertawa Mendengar itu vero hanya tertawa. Kami mulai berbincang setelah itu. “eh frans lu bener lagi nyari kerjaan ? “ buka vero sambil duduk di sofa memegang gelas susu sambil memainkan rambut nya. “ iya bener nih ver , gw cumlaude s2 dari universitas **** sydney” jawab saya “ iya gw tau lu pinter , tapi backround lu bagus , kenapa merasa susah dapet kerjaan ? kebanyakan milih lu ya pasti ?” timpal vero “ ya lu tau lah ver , kan lu bilang sendiri background gw bagus , masa gw mau kerja di perusahaan ecek-ecek se adaanya , gw juga punya target hidup keles” jawab saya. “hmm , bener juga sih, emang kebetulan sesuai yang di info , gw memang lagi nyari orang buat perusahaan gw karena orang yang sebelumnya kita pecat” jawab vero serius “wah gila udah enak-enak kerja di PT angin topan ampe bisa di pecat sih konyol, korupsi ya pasti ver ?” tanya saya penasaran. “hmm engaaa juga sih , adalah beberapa alasan yang ga bisa gw bilang , kalo emang lu judoh di kantor gw juga nanti lu tau sndiri” jawab vero santai Di situ kami ngobrol tentang kesibukan kami masing masing , dan juga tentang info lo-ker yang di info oleh veronica, di situ veronica menjanjikan saya untuk bisa bertemu dengan bos dia di kantor , level nya adalah direktur dia adalah anak pemilik group perusahan pt angin topan. Lama kami mengobrol , perut saya mendadak sakit tak tertahankan, “hmm ver , minjem toilet dong , numpang setoran tunai gpp ya , ga jelas nih perut gw.” buka saya. “hahaha , kaget perut lu frans minum susu mahal ? “ jawab veronica menggoda. “yee ga gtu-gtu juga kali , susu gw malah merek **** , lebih mahal dari susu lu..wee” balas saya sambil menjulurkan lidah meledek vero. “ yaudah ke kamar gw aja tuh , nga usah pake wc tamu situ, nanti kita di sini ke bauan lagi gara-gara elu” jawab vero Saya pun ke kamar mandi kamar vero , di mana saat saya masuk kesan glamour sangat terasa di kamar ini , kamar mandi nya juga menurut saya sangat boros , sangat besar di isi dengan hiasan dan peralatan kelas 1 toilet di dunia ini. Saya buka semua baju dan celana saya , sampai tidak ada lagi yang menempel di badan saya , saya memang punya ke biasaan seperti ini. Setelah buang air saya kembali memakai baju saya dan kembali ke depan untuk bergabung dengan vero dan alice kembali. Tak terasa sudah 3jam kami ngobrol dari hal penting sampai tidak penting sampai kami memutuskan untuk pulang hari itu. Vero mengantar kami ke lobby, dan melepas kepergian kami , tak lupa saya bertukar no tlp dengan vero. Saya memutuskan untuk pulang hari itu , iya beneran pulang ke rumah saya , bukan ke apartemen alice , dengan berjanji kepada alice akan kembali lagi esok nya , karena ya saya tidak membawa pakaian dll. Mobil saya bahkan masih terparkir di apartemen alice. Saya pulang dengan taxi online saat itu. Se sampainya di rumah saya di kagetkan dengan dompet saya yang mendadak tidak ada di saku saya, panik bukan main saya saat itu , bukan karena uang nya , tapi ya karena semua nya ada di situ SIM KTP ATM kartu kredit. Butuh waktu yang lama untuk bisa mengurus nya kembali dan pasti nya ribet. Setengah jam saya memikirkan kembali dimana terakhir dompet saya berada , apa di apartemen alice atau terjatuh di taxi online, saya memutuskan untuk menelfon driver taxi online yang mengantarkan saya tadi. Sebelum saya mulai menelfon , hp saya berdering , tertulis “ veronica” di layar hp saya. Dalam hati saya berfikir untuk apa dia telfon , saya angkat segera. “haloo , frans , udah di rumah lo ?” sapa veronica di telfon “oit ver , sudah nih baru sampai , cuma lu tlp di saat yang ga tepat , gw lagi pusing nyariin dompet gw nih ilang” balas saya sambil berusaha menyudahi panggilan ini “eh iya masalah itu , ini dompet lu sama gua , jatoh di kamar mandi gw deh kayanya pas tadi loe boker” jawab veronica “ waduhhhhh sukurlah ada disana , jadi gimana , bisa gw ambil sekarang? Gw balik lagi ya ke apartemen lu sekarang” jawab saya lega “hmm maleman aja bisa nga frans , kebetulan gw udah janji mau spa dlu sekarang , paling jam 8 malaman deh lu ke tempat gw gimana ?” balas vero. “ oke deh ver kalo gitu , jam 8 gw ambil ya” balas saya Kami menutup telfon saat itu , tak terasa waktu sudah menunjukan waktu janjian saya dengan vero. Saya memacu mobil saya yang lain di rumah untuk ke tempat veronica. Sesampainya di lobby apartemen saya kembali menghubungi veronica memberi info kalau saya sudah di bawah. “ hi ver , gw dah di bawah ini” buka saya di telfon “oh iya frans , gw lagi mager nih abis di pijit di spa, gw suruh pelayan lobby anter lu ke kamar gua ya” balas vero “oke gpp gw tunggu ya” tutup saya Tak lama pelayan datang menghampiri saya dan mengantarkan saya ke depan pintu apartemen vero. Tingtong bunyi bel saat itu , di ikuti dengan pesan dari watsapp saya yang dari veronica, “ masuk aja , pintunya nga di kunci “ isi pesan tsb. Saya membuka pintu apartemen nya dan mulai masuk ke apartemen vero. “verr.. gw masuk ya , dimana lo ?” sapa saya “frans sini…di luar “ terdengar suara veronica dari arah balkon tempat kolam renang dan jacuzi yang tadi siang saya lihat. Saya pun berjalan menuju suara veronica. Sesampainya di pintu yang menghubungkan ruang utama dan balkon , saya tersontak kaget karena saya melihat veronica sedang berendam di jaccuzi , sambil minum wine tanpa menggunakan baju sepotong pun atau bahkan bikini. Melihat reaksi saya vero pun menyapa. “ napa lu frans ? “ buka vero “hah..iyaa..gpp eh sorry ya ver gw tunggu di depan aja ya “ jawab gw sambil menunduk “ udah sini gpp , brendem sekalian , airnya enak nih anget pas banget di luar lagi dingin gini “ ajak vero sambil tetap memegang gelas wine nya dan menatap genit ke saya. “ hah , gpp nih bener ver ? “ jawab saya “come” jawab vero singkat sambil mengepak tangan di air sebelah nya se akan meng isyaratkan saya untuk duduk di seblahnya. Tanpa basa basi saya mulai melucuti pakaian saya , sampai hanya menyisakan boxer saja dan berjalan mendekati jacuzi . dari balik boxer sudah terlihat kemaluan saya yang berdiri karena melihat pemandagan vero saat itu. “eitss.. boxernya copot juga dong” buka vero sambil mengangkat jari nya mengisyaratkan saya tidak boleh masuk ke jacuzi jika memakai boxer. “ini juga ver ? malu ah” jawab saya singkat. “gede gitu ngapain malu , udah copot” jawab vero sambil memelorotkan boxer saya dan bangun dari duduk nya di jacuzi , karena memang saya sudah berda percis di sebelahnya. Di depan muka vero kini tersaji penis saya yang sudah tegang maksimal. Vero dengan sigap menggenggam penis saya sambil mengocoknya. “gede juga ya frans , kalo tau dari dulu punya lu segede gini kenapa nga gw pake aja elu ya pas suka ke kostan gw sama alice.” buka vero Mendengar ittu saya hanya bisa nyengir kuda dan mulai masuk ke jacuzi. “ eh frans , kan lu mau gw kenalin ke mba bela direktur di kantor gw, untuk pertanyaan beliau tentang pekerjaan gw yakin lu bisa jawab dengan memuaskan , tapi gw harus yakin juga lu harus lulus personal test dari dia” buka vero. “hah personal test apaan ver ? “ tanya saya penasaran “ hmmm ntar deh gw ceritain lebih lengkap. Tapi sekarang gw punya 1 syarat buat elu.” balas vero dengan senyum penuh ke licikan “ apa ver ? “ tanya saya makin penasaran. “ gw kan emang janji mau ngenalin lu ke mba bela , cuma gw bisa juga batal ngenalin lu ke beliau kalo gw nga pengen “ jawab vero sambil meminum wine nya. “ eh kok jahat.. jangan dong..pliss” rujuk saya “hahahah , yaudah , sekarang coba lu gw kasih tantangan , bikin gw orgasme sebelum lu crot. Kalau lu bisa gw janji akan langsung atur jadwal lu ketemu mba bela besok.” jawab vero sambil memandang saya sambil masih memegang gelas wine nya. “ hah ???? serius nih ? “ jawab saya kaget “ iya kalo lu ga mau juga gpp, tapi ya gw nga janji juga kalo gw nga lupa” balas vero kembali. “ hehehe becanda lu , gw udah sange dari tadi liat lu ver , sesuai permintaan lu , gw akan buat lu meminta ampun sama gua” jawab saya lagi sambil memegang payudara veronica. Mendapat jawaban dan perlakuan seperti itu veronica menaruh gelas wine nya dan mulai menggigit bibir bagian atas nya sambil menatap saya penuh gairah. Saya mulai pekerjaan kotor saya dengan mencumbu leher veronica yang putih , sambil tangan kiri saya meremas payudara kanann nya. Dan tangan kanan saya memberi rangsangan lembut di selangkangannya. Vero hanya bisa terpejam dan mendesah tipis. “sshhhh..ahhhh…yessss” rintih veronica lembut. Beberapa menit saya mencumbu leher veronica sambil terus memainkan payudaranya serta bergrilya di paha & area selangkangan dia. Sampai akhirnya veronica secara tak sadar melebarkan paha nya untuk mengangkang agar tangan saya bisa segera bermain di vagina nya. Tentu saya tidak melakukan itu dengan mudah untuk veronica , saya ingin membuat dia frustasi karena saya tidak segera bermain di depan memek nya. Beberapa menit berlalu sampai veronica mencium bibir saya dengan buas. Sambil berbisik. “meemeek…memeek gw udah geli banget..plis kocokin frans” pinta vero “ sabar ya bu bos , bu bos tunggu aja dengan manis,” jawab saya sambil menambah rasa frustasi veronica. “ annnnjjjingg..lu franss..ssshhh..aaahhh” racau vero Menerima perlakuan itu vero pun mulai frustasi dan berencana menggosok memek nya dengan tangan nya sndiri. Tapi tangan nya saya tahan dan langsung saya arahkan ke penis saya , agar dia bisa bermain di sana. Dengan liar vero mulai mengocok penis saya.. terdengan suara air kecepek…kecepek.. saat pertarungan kami di jacuzi saat itu.. akhirnya setelah memohon mohon saya mulai kabulkan permintaan vero 1 per 1 , saya mulai tangan saya bermain di vagina nya. Saya masukan jari telunjuk saya ke dalam. Saya kocok tangan saya di dalam memek veronica , sampai air di skitaran slangkangan veronica menjadi riuh. Selelah beberapa kocokan saya cabut kembali tangan saya dari vagina vero dan mulai mengangkat dia dari duduk nya ke atas sisi jacuzi. Saya lebarkan kaki nya sampai di depan mata saya terjadi pemandangan, memek yang basah , kemerahan berkedut kedut di depan saya . Saya mulai jilat tipis memek nya, sampai vero pun berteriak. “ahhhhhhhhhhhhhhhhhh,” rintih vero Saya mulai menjilati memek vero dari tenpo pelan hinga cepat , dari hanya menjilat sampai memasukan lidah saya ke dalam memek nya. Mendapat perlakuan seperti itu vero tidak habis-habis nya menggelinjang kenikmatan mendapat serangan dari lidah saya. Dalam hati saya berkata , gila ni cewe kuat banget. Kalo ini alice mungkin dia udah keluar dari tadi tanpa susah susah gw harus pake kontol gw. Melihat trik saya kurang berhasil. Saya teruskan merangsang menjilati meki vero. Cukup lama saya menjilati meki nya, dan tidak ada bosan nya saya menjilat & menyedot memeknya. Karena ga tau kenapa memek vero terasa berbeda dengan memek wanita wanita lain yang pernah saya tiduri. Memeknya terasa manis , harumm banget seperti aroma mawar. Tapi saya berfikir mungkin ya karena dia habis spa td siang , jadi masih nempel wangi nya. Mendapat serangan cukup lama dari saya. Vero ber inisiatif mengangkat kepala saya yang terbenam di selangkangannya. Di tuntun saya untuk keluar jacuzi dan berbaring di pinggir kolam renang. Sambil menatap saya dia bilang. “ gw juga mau dong ngerasain kontol lu, jangan sampe crot ya heheh” buka dia sambil tertawa. Vero langsung memposisikan vagina nya di atas muka saya yang sedang terbaring. 69 itulah posisi kita saat itu , sambil terus menjilati memek nya , vero pun tak mau kalah dengan mengulum penis saya dengan buas , dari mengocok menghisap , di kocok sambil di hisap. Pokonya banyak yang dia lakukan terhadap penis saya. 10 menit mungkin kita melakukan posisi itu sampai vero bangun dari posisinya. “sekrang main cource nya ya frans” sambil tersenyum genit memandang saya , dia memegang kontol saya untuk di arahkan ke memek nya sambil di gesek” terlebih dahulu. “gpp nih ga pake kondom ver ?” tanya saya untuk memastikan. “kondom ? apa itu” jawab vero sambil tak menghiraukan pembicaraan saya dan mulai memasukan penis saya ke dalam vaginanya. “sshhhhhh…aahhhh..ouhh..” rintih veronica di barengi dengan terbenam nya penis saya di vagina dia Di goyangkan pinggul nya maju mundur, kanan kiri mencari kenikmatan untuk vagina nya dan agar penis saya bisa lebih masuk ke dalam memek nya.. tak berapa lama vero mulai menngocok penis saya dengan menaik turunkan pantat nya yang sexy itu. Nikmat sekali rasa saya saat itu. Tapi kalau boleh di rasa , untuk jepitan masih kalah dengan vagina alice menurut saya, dan saya lebih menikmati permainan bersama alice kmarin malam walau lebih panas dengan veronica hari ini. Mungkin karena memang di dalam hati saya ada perasaan khusus untuk alice yang susah di gambarkan. Waktu berjalan sangat cepat saat itu. Tak terasa sudah hampir 1 jam terbuang dari awal mulai kami tadi di jacuzi. Masih belum ada tanda-tanda kekalahan dari kami ber 2 saat itu , sampai saya juga merasa sedikit frustasi. Kenapa lama sekali. Saya khawatir pertahanan saya sendiri yang akan jebol. Menerima serangan bertubi tubi dari veronica. Kocokan memek nya , cumbuan buas nya di lehar dada , bibir saya. Sampai akhirnya saya ber inisiatif memutar posisi kami vero saya arhkan tengkurap di lantai sisi kolam renang dan mulai saya sodok dari belakang sambil pantatnya saya naikan sedikit. Sambil menyodok saya remas payudaranya dari blakang, saya cium & jilat punggung nya yang putih mulus sampai veronika mendesah liar. “ahhhhh..ahhh..yessss……fakkk…ahhh kennnc..enggin lagi…yesss ahhh.” racau vero.. 15 menit di posisi itu , saya telentangin veronica, saya buka kaki nya lebar-lebar dan dan mulai menggenjotnya kembali dengan liar. Kaki veronika menjepit badan saya dan mendorong pantat saya agar lebih bisa dalam menusuk vagina nya. Saya angkat tangan nya ke atas dan mulai saya jilat ketiak nya dengan liar. Mendapat perlakuan itu veronika langsung melotot mulutnya terbuka desahhannya semakin liar. Di situ lah saya akhirnya menemukan titik lemah veronica. Dia sangat sensitif di bagian ketiak saya mainkan ketiaknya yang harum, bukan harum parfum , tapi harum aroma tubuh veronica yang sudah di banjiri keringat hasil pertempuran kami. Sekitar 5 menit saya mencumbu bergantian ketiak kanan dan kiri nya. Akhirnya vernonica mengerang. “rrrrrrrgghhhh……fraanssssssssssssss…ahahhhhhhhh” Di barengi dengan jepitan memeknya terhadap penis saya di dalam vagina nya , menandakan veronica akhirnya mendapatkan orgasme pertama nya di malam itu.. mungkin bahasa gampang nya “empot ayam” penggambaran jepitan memek veronica terhadap penis saya saat itu. Veronica terkulai lemas. Karena saya tidak mau memberi dia nafas tetep saya pompa setelah kedutan di memeknya hilang . veronica mengerang seperti orang gila. Karena rasa geli yang ter amat sangat dia rasakan di memek nya. Tak butuh waktu lama saya bersiap memuntahkan cairan panas ke padanya.. “ver.. gw mau keluar..” jawab saya sambil terus mengocok memek nya. “ di muuuluutt gw franss..” jawab veronica sambil terus terpejam dan menahan rasa geli & nikmat di vagina nya. Saya langsung mencabut penis saya dari memek nya dan mulai mengarahkan ke arah mulut veronica. Veronica membuka matanya dan membuka mulutnya bersiap menanti peju saya keluar. Saya kocok penis saya dan Crott….crot…crott sperma saya keluar mengarah tepat ke mulut veronica sampai tetes terakhir. Veronica mengulum penis saya dan menyedot sisa sisa peju saya. Dan langsung menelan terus mengelapi peju yang ada di pipinya untuk di masukan ke mulut nya dengan jari nya. Saya pun terbaring lemas di sebelahnya, veronica tiduran miring ke arah saya terkulai. Dan membisiki.. “well done beb” lu lulus tes , gw yakin mba bela pasti akan suka sama elu.” sambil mengatur nafasnya karena sisa pertarungan kami. Saat itu tak ada yanng saya pikirkan dari perkataan veronica. Sampai kami masuk ke dalam untuk bebersih dan bersantai meminum teh hangat. Kami bercerita tentang apa yang akan saya hadapi jika bisa masuk di pt angin topan. Jadi inti nya adalah keluarga pemilik perusahaan itu yang mana adalah orang yang masuk daftar orang terkaya di negara ini memiliki sisi lain yang tidak di ketahu publik. Semua keluarga gila SEX dan mempunyai ritual aneh setiap minggu nya. Hanya orang orang terpilih saja yang bisa masuk ke sana dan tau tentang ini. Jika ada yang masuk dan terpilih dia akan di jamin kehidupannya selama keluarga itu masih berkuasa yang mana kekayaannya tidak akan habis di makan 10 turunan. Jadi hampir mustahil ada apa apa ke depannya mendengar hal itu saya jadi bisa menggambar kehidupan vero saat ini. Memiliki mobil harga milyaran , tinggal di tempat tinggal puluhan milyar. Semua nya jadi terpecahkan seketika. Bahkan saaat itu saya iseng menanyakan pendapatan vero 1 bulan, dengan tertawa dia mengacungkan 2 jari seperti lambang peace damai saya menebak , “ya gw juga tau pasti 2 dijit gaji lu , cuma ya 2 dijitnya berapa ? 40 – 60 jt? “ jawab saya ketus. “hahahahaha , 2 milyar cuy..” sambil tertawa terbahak bahak Mendengar itu bak tersambar petir kaki saya lemas pandangan saya kabur se akan tak percaya dengan pengakuan vero saat itu. Hari semakin larut saya berpamitan untuk pulang dengan vero. Untuk menunggu kabar dari dia esok hari yang katanya mau menyampaikan janji saya bertemu dengan direktur dia mba bela anak ke 2 pemilik group angin topan. Sebelum pulang saya mewanti wanti vero , agar bisa merahasiakan pertemuan saya dengan diri nya malam ini kepada alice, akrena ga tau kena , walau bukan pacar tapi saya rasanya tak mau jika dia tau saya tidur dengan wanita lain selain dia. Vero pun meng iyakan dan berjanji merahasiakannya. Saya pun pulang dan di jalan tetap memikirkan pengakuan vero barusan, dan angka 2 milyar terus terbayang bayang sepanjang saya pulang..BERSAMBUNG Udah ya gan cerita sampe sini dulu. Kita sambulang lagi nanti , ingin lanjut?? saya minta like nya dari suhu” di sini , saat ini saya sudah menerima 30an like. Saya minta 500 like kita lanjut part 3.. byee byee Hallo Bosku, Disini Admin KisahMalah Agar Admin Semakin Semangat Update Cerita Cerita Seru Seterusnya, Bantu Klik Iklan yang Ngambang ya. Atau Gambar Dibawah INIAtau Bagi Kamu yang suka bermain game Poker Online atau Gambling Online lainnya, bisa di coba daftarkan ya. Banyak Bonus dan Hadiahnya Loh. Untuk yang Kesulitan Daftar bisa Hub Admin di WA untuk di bantu Daftar. No WA Admin +855 77 344 325 Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855] Terima Kasih 🙂 Cerita Sex – Cerita Sex Menantu Jadi Budak Seks, Ini adalah kisahku tentang bagaimana aku mendapatkan kenikmatan dari menantuku istri dari anak ku sendiri. mari kita simak ceritanya, woyooo. Dina mematut diri di depan cermin. Ini adalah hari yang paling di nantikannya, hari pernikahannya. Ada banyak alasan kenapa akhirnya dia bersedia menikah dengan Doni. Dan seks adalah salah satunya, meskipun Doni hanya mempunyai sebuah penis yang kecil saja. Namun seks dengan lelaki lain menjadi jauh lebih menyenangkan meskipun sejak Doni telah menyematkan sebuah cincin berlian di jarinya. Dia merasa bersalah dan membutuhkannya dalam waktu yang bersamaan, setiap kali dia merasakan cincin tersebut di jarinya saat lelaki lain sedang meyetubuhi vaginanya yang dijanjikannya hanya untuk Doni. Dia ingat saat malam dimana Doni melamarnya. Dia tersenyum, mengangguk dan berkata “ya”, menciumnya dan menikmati bagaimana nyamannya rasa memakai cincin berlian yang sangat mahal tersebut. Dan setelah makan malam bersama Doni itu, dia langsung menghubungi Alan, begitu mobil Doni hilang dari pandangan, mengundangnya datang ke rumah kontrakannya. Dina menunggu Alan dengan tanpa mengenakan selembar pakaianpun untuk menutupi tubuhnya yang berbaring menunggu di atas tempat tidurnya, cincin berlian yang baru saja diberikan oleh Doni adalah satu-satunya benda yang melekat di tubuh telanjangnya. Ada desiran aneh terasa saat matanya menangkap kilauan cincin berlian itu waktu tangannya menggenggam penis gemuk Alan. Tubuhnya tergetar oleh gairah liar saat tangannya mencakup kedua payudaranya dengan sperma Alan yang melumuri cincin itu. Dan oergasme yang diraihnya malam itu, yang tentu saja bersama lelaki lain selain tunangannya, sangat hebat – tangan yang tak dilingkari cincin menggosok kelentitnya dengan cepat sedangkan dia menjilati sperma Alan yang berada di cincin berliannya. Dia menjadi ketagihan dengan hal ini dan berencana akan melakukannya lagi nanti pada waktu upacara perkawinannya nanti. Website Judi Online 303 Saat ini, dia memandangi pantulan dirinya di dalam cermin mengenakan gaun pengantinnya. Dia terlihat menawan, dan dia sadar akan hal itu. Dina tersenyum. Dia membayangkan nanti pada upacara pernikahannya, teman-teman Doni akan banyak yang hadir dan akan banyak lelaki lain yang akan dipilihnya salah satunya untuk memenuhu fantasi liarnya. Vaginanya berdenyut, dan dia membayangkan apa yang akan dilakukannya untuk membuat hari ini lebih komplit dan sempurna, saat lonceng berbunyi nanti. Saat dia membuka pintu, Papah Doni, Darma, sedang berdiri di sana, bersiap untuk menjemputnya dan mengantarnya ke gereja. Dina menarik nafas dalam-dalam. Dia tahu lelaki di hadapannya ini sangat merangsangnya – beberapa bulan belakangan ini dia telah berusaha untuk menggodanya, dan dia pernah mendengar lelaki ini melakukan masturbasi di kamar mandi saat dia datang berkunjung ke rumah Doni, menyebut namanya. Dina belum pasti apakah mudah nantinya untuk menggoda Darma agar akhirnya mau bersetubuh dengannya, tapi sekarang dia akan mencari tahu tentang hal tersebut. Dia tersenyum lebar saat menangkap mata Darma yang manatap tubuhnya yang dibalut gaun pengantin ketat untuk beberapa saat Panduan Judi 303. “Papah” tegurnya, dan memberinya sebuah ciuman kecil di pipinya. Parfumnya yang menggoda menyelimuti penciuman Darma. “Papah datang terlalu cepat, aku belum siap. Tapi Papah dapat membantuku.” Digenggamnya tangan Darma dan menariknya masuk ke dalam rumah kontrakannya, tempat yang akan segera ditinggalkannya nanti setelah menikah dengan Doni. Darma mengikutinya dengan dada yang berbar kencang. Ini adalah saat yang diimpikannya. Dia heran bagaimana anaknya yang pemalu dan bisa dikatakan kurang pergaulan itu dapat menikahi seorang wanita cantik dan menggoda seperti ini, tapi dia senang karena nantinya dia akan mempunyai lebih banyak waktu lagi untuk berdekatan dengan wanita ini. “Apa yang bisa ku bantu?” Dina berhenti di ruang tengahnya yang nyaman lalu duduk di sebuah meja. “Aku belum memasang kaitan stockingku… dan sekarang, dengan pakaian ini… aku kesulitan untuk memasangnya.” Suaranya terdengar manis, tapi matanya berkilat liar menggoda. Diangkatnya tepian gaun pengantinnya, kakinya yang dibungkus dengan stocking putih dan sepatu bertumit tinggi langsung terpampang. “Bisakah Papah membantuku memasangnya?” Darma ragu-ragu untuk beberapa waktu. Jantungnya berdetak semakin cepat. Apakah ini sebuah “undangan” untuk sesuatu yang lain lagi, ataukah hanya sebuah permintaan tolong yang biasa saja? Dia mengangguk. “Oh, tentu…” dia berlutut di hadapan calon istri anaknya dan bergerak meraih kaitan stockingnya. Jemarinya sedikit gemetar saat Dina dengan pelan mengangkat kakinya . Darma berusaha untuk memasangkan kaitan stocking itu Bandar Judi Online 303. Dina menggigit bibir bawahnya menggoda, dan lebih menaikkan gaunnya, menampakkan paha panjangnya yang dibalut stocking putih. Dia dapat merasakan sebuah perasaan yang tak asing mulai bergejolak dalam dadanya., sebuah tekanan nikmat yang membuat nafasnya semakin sesak, membuat nafasnya semakin memburu, dan membuatnya semakin melebarkan kakinya. Dia dapat merasakan cairannya mulai membasahi. Kaitan itu akhirnya terpasang di sekitar lututnya. Darma menghentikan gerakannya, tak yakin apakah dia sudah memasangkan dengan benar. “Papah, seharusnya lebih ke atas lagi…” tangan calon Papah mertuanya yang berada sedikit dibawah vaginanya membuatnya menjadi berdenyut dengan liar. Keragu-raguan itu hanya bertahan untuk beberapa saat saja. Tangan Darma menarik kaitan itu semakin ke atas saat calon istri anaknya meneruskan mengangkat gaun pengantinnya semakin naik. Dia menelan ludah membasahi tenggorokannya yang terasa kering saat akhirnya kaitan itu terpasang pada tempatnya di bagian paling atas stockingnya. Dia yakin dapat mencium aroma dari vagina Dina sekarang, yang membuat jantungnya seakan hendak melompat keluar dari dadanya. Tangannya berhenti, kaitan stocking itu melingari bagian atas paha Dina… dan dia merasakan bagian gaun pengantin itu terjatuh saat Dina melepaskan sebelah pegangannya untuk meraih bagian belakang kepalanya dan mengarahkan wajah Papah calon suaminya mendekat ke vaginanya, dan Darma menemukan tak ada celana dalam yang terpasang di sana. Dina melenguh dan memejamkan matanya saat harapannya terkabul. Darma tak memprotes atau menolaknya, lidahnya menjilat tepat pada bibir vaginanya, dan Dina semakin basah dengan cairan gairahnya. Dengan sebelah tangan yang masih menahan gaun pengantinnya ke atas, dan yang satunya lagi menekan wajah calon mertuanya ke vaginanya yang terbakar, dia mulai menggoyangkannya perlahan. Ini serasa di surga, dan menyadari apa yang diperbuatnya tepat di hari pernikahannya membuat tubuhnya semakin menggelinjang. Dia mengerang saat lidah Darma memasuki lubangnya, dan lidah itu mulai bergerak, menghisap bibir vaginanya, menjilati kelentitnya, wajah Darma belepotan dengan cairan kewanitaan calon istri anaknya di ruang tengah rumah kontrakannya. Semakin Dina menggelinjang, semakin keras pula Darma menghisapnya. “Oh ya Papah… jilat vaginaku… buat aku orgasme sebelum aku mengucapkan janjiku pada putramu… kumohon…” perasaan salah akan apa yang mereka perbuat membuat Dina dengan cepat meraih orgasmenya, dan hampir saja dia rubuh menimpa Darma. Ini bukan seperti orgasme yang biasa diraihnya, ini seperti rangkaian ombak yang menggulung tubuhnya, merenggut setiap sel kenikmatan dari dalam tubuhnya. Cairan Dina terasa nikmat pada lidah Darma, dia menjilat dan menghisap vaginanya seperti seorang lelaki yang kehausan. Penisnya terasa sakit dalam celananya, cairan pre cum nya membasahi bagian depan tuxedonya Agen Judi Pulsa. Dina kembali menggelinjang, lalu dengan pelan bergerak mundur, membiarkan gaun pengantinnya menutupi Papah Doni. Lalu dia membuka resleting di bagian belakang gaunnya dan membiarkannya jatuh menuruni tubuhnya. Dia melangkah keluar dari tumpukan gaun pengantinnya yang tergeletak di atas lantai, hanya mengenakan sepatu bertumit tingginya, bra, dan tentu saja stocking beserta kaitannya yang baru saja dipasangkan Darma pada pahanya. Dina tersenyum padanya, vaginanya berkilat dengan cairannya. “Aku akan ke kamar mandi untuk membetulkan make-up, kalau Papah memerlukan sesuatu…” dia berkata dengan mengedipkan matanya. Darma menatapnya melenggang dan menghilang di balik pintu, begitu feminim dan menggoda. Hanya beberapa detik kemudian dia menyusulnya. Saat dia memasuki kamar mandi dan berdiri di depan sebuah cermin di atas washtafel, dan sudah mengenakan sebuah celana dalam berwana putih. Darma tahu kalau ini adalah salah satu godaannya yang manis, dan dia telah siap untuk bermain bersamanya. Dina melihatnya masuk, dan dengan sebuah gerakan yang cantik membuka lebar pahanya. Darma melangkah ke belakangnya, mata mereka saling terkunci dalam masing-masing bayangannya dalam cermin. Tangan Darma bergerak ke bagian depan tubuhnya, menggenggam payudaranya yang masih ditutupi bra. Dina tersenyum. “Tapi Papah, bukankah ini tak layak dilakukan oleh seorang Papah calon pengantin pria?” Darma memandangi bagaimana bibir Dina yang membuka saat bicara, mendengarkan hembusan hangat nafasnya, seiring dengan tangannya yang meremasi payudaranya dalam balutan bra. “Tak se layak apa yang akan kulakukan padamu.” Dina menggigit bibirnya dan mendorong pantatnya menekan penisnya yang mengeras. “Aku nggak sabar,” bisiknya. Sejenak kemudian Dina merasakan tangan calon Papah mertuanya berada di belakangnya saat dia melepaskan sabuk dan membiarkan celananya jatuh turun. Dengan mudah tangan Darma menarik celana dalamnya ke samping. Dina menarik nafas dalam-dalam saat dia merasakan daging kepala penisnya menekan bibir vaginanya yang masih basah.. Dia mengerang dan memegangi tepian washtafel saat dengan perlahan Darma mulai mendorongkan batang penis itu memasukinya. Dina merasakan bibir vaginanya menjadi terdorong ke dalam, merasakan dinding bagian dalamnya melebar untuk menerimanya Panduan Judi Pulsa. “Apa ini terasa lebih baik dari penis putaku?” Darma tersenyum puas. Dia tahu se berapa ukuran penis putranya, dan dia yakin kalau putranya mewarisinya dari garis ibunya. Vagina calon istri putranya terasa sangat menakjubkan pada batang penisnya, dengan cepat dia sadar kalau dia layak untuk menyetubuhi calon menantunya lebih sering dibandingkan putranya. Dan dia mendapatkan firasat kalau dia bisa melakukannya kapanpun mereka memiliki kesempatan. “Oh brengsek!!! Ya Papah… ayo… beri aku yang terbaik untuk merayakan pernikahanku dengan putra kecilmu.” dia lebih membungkuk ke bawah, dan merasakan tangan Darma pada pinggulnya. Dia mencengkeramnya dengan erat dan mulai memompanya keluar masuk. Mereka sadar akan terlambat menghadiri upacara pernikahan, tapi Darma memastikan vagina sang mempelai wanita benar-benar berdenyut menghisap sehabis persetubuhan keras yang lama. Dina mengerang dan menjerit dan bergoyang pada batang penis itu, mengimbangi gerakannya. Mereka saling memandangi bayangan mereka berdua di dalam cermin saat menyalurkan nafsu terlarang mereka. Dina merasa teramat sangat nakal, disetubuhi dengan layak dan keras oleh Papah calon suaminya tepat sebelum upacara pernikahannya. Darma merasakan vaginanya mengencang pada batang penisnya, dan kali ini, dia merasa seluruh tubuh Dina mengejang sepanjang orgasmenya. Wanita ini adalah pemandangan terindah yang pernah disaksikannya, punggungnya melengkung ke belakang ke arahnya seperti sebuah busur panah yang direntangkan, matanya melotot indah, mulutnya ternganga dalam lenguhan bisu. Darma bahkan dapat merasakan pancaran dari orgasmenya menjalari batang penisnya saat dia tetap menyetubuhinya. Dia telah membuatnya mendapatkan orgasme seperti ini selama tiga kali, hingga dia nyaris rubuh di atas washtafel, menerima hentakannya, vaginanya hampir terasa kelelahan untuk orgasme lagi. Tapi Darma tahu bagaimana membawanya ke sana. “Kamu mengharapkan spermaku, iya kan, Dina? Kamu ingin agar aku mengisimu dan membuat vaginamu terlumuri spermaku yang sudah mengering saat berjalan di altar pernikahanmu, benar kan wanita jalangku?” “Oh ya… yaaa!” sang pengantin wanita mulai kesulitan bernafas, dan Darma dapat merasakannya menyempit. Darma melesakkan batang penisnya sedalam yang dia mampu, dengan setiap dorongan yang keras, dan segera saja dia merasakan sensasi terbakar itu A?a,?aEs dan dia tahu dia tak mampu menahannya lebih lama lagi. Tepat saat penisnya melesak jauh ke dalam vagina calon istri putranya, menyemburkan cairan sperma yang banyak ke dalam kandungannya, dia merasakan tubuh Dina menegang dan orgasme untuk sekali lagi. Dicabutnya batang penisnya keluar, menyaksikan lelehan sperma yang mengalir turun di pahanya menuju ke kaitan stocking pernikahannya. Darma tersenyum. “Aku akan menunggu di mobil, Dina…” Perlahan Dina bangkit, masih menggelenyar karena sensasi itu, wajahnya memerah, lututnya lemah, vaginanya berdenyut dan bocor. “Mmm, baiklah Papah.” Dia memutuskan untuk melakukan “tradisinya” dan dan mengorek sperma Papah Doni dari pahanya dengan jari tangan kirinya yang dilingkari oleh cincin berlian pemberian Doni. Saat Darma melihat mempelai wanita putranya masuk ke dalam mobil, sudah rapi dan bersih, terlihat segar serta berbinar wajahnya dan siap untuk upacara pernikahan, sedangkan bayangannya yang terpantul dari kaca mobil adalah saat Dina memandang tepat di matanya dan menjilat spermanya dari cincin berlian pemberian putranya itu Setelah istriku dan aku masuk ke dalam kamar aku pun menyuruhnya untuk duduk di pinggir tempat tidur. wajah istriku sangat lah tegang saat itu bahkan dia agak berkeringat karena dia tau aku saat itu sangat marah padanya. "tuan ampuni saya tuan.. saya gak sengaja mereka memaksa saya tuan.." ujarnya panik. "arini arini.. kamu ini gak pernah berubah selalu saja seperti itu. aku juga kan yang menyuruhmu untuk mengenakan pakaian seperti itu jadi dengan kata lain tidak semuanya itu salahmu tapi untuk tidak pulang ke rumah itu lain lagi urusannya. kamu harus tetap di hukum ngarti?" ujarku pelan tapi terlihat tegas sehingga istriku hanya mengangguk pelan mengiyakan kata-kataku. "akan ada 2 hukuman untuk mu yang pertama kamu harus menceritakan semua yang kamu lakukan oleh anak-anak bau kencur itu diluar sana secara detail dan lengkap. " ujarku padanya "baiklah dari pada saya cerita pada tuan tidak akan pernah bisa tau detail apa yang telah kulakukan lebih baik tuan melihat rekaman videonya yang ada di HPku ini." arini memberikan HPnya padaku. aku pun memeriksa rekaman yang ada didalam HP tersebut dan aku melihat 5 buah rekaman yang berjudul tante bohay yang masing-masing berbeda durasinya. aku pun mencabut memory HPnya itu dan membawanya pergi dan menyuruh untuk istriku tidur dan beristirahat selagi aku aku sampai di ruangan rahasiaku aku pun mulai melihat rekaman itu dan yang pertama aku melihat rekaman yang paling pertama karena dilihat dari keterangan waktu pembuatannya. dan ketika aku mulai menonton rekaman itu yang membuat ku kaget adalah lama durasi rekaman itu yang kurang lebih 2jam. "halo-halo udah mulai rekamannya kan? oh udah disini aku memiliki seorang tante muda dan bohay yang namanya disembunyikan untuk kepentingan bersama." anak abg yang tidak ku kenal itu pun muncul dipermulaan video. ku lihat saat itu istriku memakai jaket pink yang didalamnya hanya menggunakan tanktop saja tanpa pakaian dalam sama sekali, apa lagi saat itu istriku hanya mengenakan hotpant mini bebahan jeans yang benar-benar menampilkan paha mulus istriku itu. "ini amoy kita yang sekarang akan menuruti apapun yang kami perintahkan padanya." ujar seorang anak yang sedang merekam adegan istriku yang berjalan ditaman itu."sekarang kami akan buktikan bahwa ini amoy penurut dan akan menuruti semua keinginan kami semua. moy buka jaket lu terus lu mastrubasi sekarang sambil berdiri dan kalo udah horny bilang." perintah salah satu anak yang ada di samping istriku itu. istriku pun dengan mudahnya menuruti semua perintahnya dia membuka jaketnya dan sekarang tinggal tanktop ungunya. dia juga mulai membuka kancing celana hotpant berbahan jeannya itu lalu memasukan tangannya kedalam jeans itu dan memulai mastrubasinya. "hmmmm... " eluhnya menahan eranganannya saat mastrubasi istriku pun tidak hanya memainkan vaginanya tapi juga meremas-remas payudaranya. saat itu terlihat sekali istriku sedang horny berat dan siapa pun pria normal yang melihat keadaan istriku yang sedang horny seperti itu pasti langsung ikut horny. "hmmm.... tuan... saya udah sange berat..ah..ah.." lenguh istriku dengan nafas berat dan yang membuatku kesal adalah istriku mau saja memanggil anak abg itu dengan sebutan tuan. "bagus nah sekarang lu moy turutin apapun yang diminta temen gua ini." ujar sang perekam lalu muncul seorang anak abg yang terlihat masih berumur 17an menghampiri istriku itu. "sebagai pengenalan temen gua ini biasa di panggil andre sekarang dia bakal mendemontrasikan tentang seks dengan seorang tante-tante. "moy sekarang juga sepongin kontol gua yang masih perjaka ini. dan buktikan kalau lu itu cewe bispak doyan kontol." ujar anak yang bernama andre itu pada istriku dengan kasar. "iya tuan" istriku dengan patuhnya menjawab perintah anak itu dan menurutinya. istriku it pun dengan perlahan membuka celana pendek yang dikenakan anak itu dan mengeluarkan penis anak itu dengan hati-hati dan lembut. hal itu jelas membuatku kesal tapi juga membuatku terangsang. istriku dengan lembut mengecup kepala penis yang sudah keras itu lalu mulai menjilatinya. "ahhh..." anak abg itu pun mulai mendesah tak karuan akibat jilatan istriku itu. istriku pun terus meningkatkan intensitas sepongannya terhadap anak abg itu dan mulai melahap penis berukurang sedang itu. "ahhh...tan...ahhh crot.. anak itu pun mendesah dan mengerang hebat dan terlihat cairan putih kental keluar dari sela-sela bibir istriku yang tidak lain adalah sperma anak itu. "sekarang waktunya pesta dimulai karena amoy kita udah membuat teman kami kehilangan keperjakaannya dengan mulutnya sebagai gantinya sekarang kami akan ngentotin neh tante amoy sepuasnya. istriku pun dibawa mereka masuk ke arah pepohonan dan semak-semak lalu dimulai acara pun celana jeans pendeknya di turunkan sebatas paha dan dengan beralaskan koran istriku pun dicelentangkan di semak-semak itu. dengan posisi kaki yang dirapatkan dan tubuh yang tertekuk hingga menyerupai huruf v yang tertidur <. vagina istriku pun saat itu mengembul dan terlihat agak basah dan ternyata istriku juga horny mendapat perlakuan seperti itu terlihat dari CD yang ia kenakan mulai basah. salah seorang anak yang menahan kaki arini mulai mengelus-elus tangannya kebagian CD riani yang mengembul di celah pahanya yang dirapatkan."wah udah basah cuy neh cewek udah sange berat men minta diewe kayanya." ujar anak yang mengerjai vagina riani. "iya de entotin saya shhhh..." riani mendesah. perkataannya membuatku benar-benar kesal tapi terangsang saat itu. anak-anak abg itu pun mentertawai kelakuan istriku yang sedang terangsang berat itu, "emang tante amoy gak takut ama suaminya ya minta kita entotin sekarang?" tanya salah satu anak dengan nada mengejek. "gak apa-apa de suami saya mah gak perlu dipikirin yang penting mah sekarang adik-adik entotin aku aja. gak tahan neh dikerjain kalian memekku ampe udah basah." ujar istriku membuatku makin terangsang dan juga kesal karena melihat kelakuan asli istriku yang doyan ngeseks itu. istriku pun bangkit lalu langsung menggapai penis kedua anak laki-laki terdekat yang mengelilinginya lalu mengelus-elus selangkangan anak itu meski masih tertutup celana. "tuh kan kalian udah pada gaceng udah deh gak usah lecehin aku lebih lama lagi kalian mau kan kontol kalian ngocok memekku?"tanya istriku menggoda mereka dan itu tentu mendapat tanggapan sebuah serbuan dari anak-anak abg itu yang langsung mengerubuti istriku lalu seorang anak menarik istriku itu dan memaksanya berdiri lalu anak itu melepaskan seluruh pakaian yang tersisa dari istriku itu. lalu setelah istriku itu telanajng bulat terpapang lah seluruh tubuhnya yang mulus itu bahkan vaginanya yang botak pun terlihat jelas oleh mereka. anak itu pun tanpa membuang waktu lagi langsung memasukan penisnya ke dalam vagina istriku itu. dan aku tau sekali anak itu pasti sangat menikmati hal itu karena vagina istriku memang nikmat meski dia mandul. terlihat sekali dari cara anak itu menggenjot tubuh istriku yang sangat liar dan ganas itu membuktikan bahwa dia sangat bernafsu terhadap istriku bahkan anak itu berusaha menguasai seluruh tubuh istriku dengan cara menciumnya dan meremas payudaranya. "ahhh... kamu nafsu bang...et.. ya... ahh... pe..lan-pelan... ahh... aku...ga..kk..kuat.. ahh... crrettt...cret..cret..." istriku terlihat mengejang pertanda dia sudah orgasme. "benar-benar bisa-bisanya dia orgasme dengan cepat saat bersetubuh dengan anak ingusan seperti mereka. "yah.. lonte kita udah ngecrot duluan padahal lawannya masih di bawah umur tuh. oh iya hampir lupa ngenalin yang lagi ngentotin lonte kita-kita itu temen gua namanya sarif dia masih berumur 15 tahun lho dan dia juga adek kelas gua di sma." ujar anak yang merekam itu menjelaskan. ku lihat anak yang bernama sarif itu terus menyetubuhi istriku yang sedang lemas sehabis orgasme itu. "memek lu legit amat lonte sekarang gua mau tanya enakan di entot sama gua apa sama suami lu?" tanya anak itu makin membuatku kesal berani-beraninya dia membandingkan kontolku dengan kontolnya itu. "enakan di entot sama kamu ahh...ter..us...akkhhh..." istriku pun ternyata lebih memilih kontol anak itu dari pada punyaku. anak itu terus memompa tubuh istriku sambil berdiri selama 10 menit. "ahhh...gua gak...ku.,.at lonte.. ahh... crot...crot..crot.." anak itu pun terlihat mengejang sambil memeluk tubuh bugil istriku dengan sangat keras. aku tau sekali anak itu sedang orgasme dan berani sekali dia memuntahkan spermanya di dalam rahim istriku. sungguh keterlaluan. setelah itu istriku pun terduduk lemas karena sudah beberapa kali orgasme di buat oleh anak itu. "sekarang jilatin kontol gua ampe bersih karena ini kontol yang bikin lu terpuaskan lonte!" perintah anak yang bernama sarif itu. istriku pun tanpa di suruh dua kali dengan patuh menjilati penis yang sudah lemas itu sampai bersih. lalu istriku pun kembali harus melayani anak yang berikutnya yang berikutnya bernama david anak yang ini berbadan kecil tapi saat dia membuka seluruh baju aku pun ikut terkejut penisnya ku akui 3x lebih besar dari penisku bahkan istriku pun terlihat tercengang saat itu. "tuan.. kontol kamu ko gede banget sich? memek saya sange ngeliat ukurannya saja tuan." istriku berbicara manja pada anak itu seolah dia sangat menginginkan penis itu tertancap di vaginanya. "mohon dulu kalo mau memek lu gua sodok pake kontol gua dan bilang ke kamera kalo memek lu udah bukan punya suami lu doank tapi juga punya kita-kita semua yang ada di sini. istriku un menghadap ke kamera lalu berkata "suamiku maaf ya aku ini istri yang doyan kontol gede dan mereka semua punya kontol yang lebih gede dari kamu jadi mulai sekarang memekku bukan cuma untukmu saja." aku tak percaya istriku mau saja berkata seperti itu saat ia sedang dibuat mabuk dengan abg yang tidak bermoral itu pun mulai mengerubuni tubuh telanjang arini dan memulai pesta mereka dengan serentak. kulihat kamera diarahkan ke arah istriku yang sedang sibuk melayani 4 penis sekaligus. salah satunya penis milik andre dan sarif yang menyumpal mulut istriku dan membuat tangannya mengoral penis itu juga membuat vagina istriku itu terus basah kuyup akibat rangsangan yang diciptakan oleh mereka semua istriku bahkan sampai mengerang-erang saat itu. melihat istriku tak berdaya disetubuhi oleh anak-anak dibawah umur itu membuatku terangsang berat bahkan kulihat hampir semua sperma yang disemburkan kedalam mulutnya saat itu ditelan olehnya. dan vagina saat itu sudah penuh dengan sperma setelah 12 menit digangbang oleh anak-anak abg itu. "ah... lonte kita bener-bener yahut ternyata oke sekarang setelah acara gangbang-gangbangannya selesai kita bisa lanjutin ke pertunjukan selanjutnya dimana lonte cantik kita bakal nyari mangsa anak-anak abg yang bolos sekolah dan dia harus ngentot dengan semua anak sekolah yang bolos kan lonte?" ujar anak yang merekam sambil mengarahkan kamera kearah penisnya yang sedang dioral oleh istriku itu. "iya tuan apa pun akan saya lakukan asal untuk melayani tuan-tuan sekalian jangankan untuk bersetubuh sama anak sekolahan yang bolos sama pengemis atau gembel pun saya nurut saja tuan." jawab istriku dengan entenganya. tentu perkataan itu membuatku semakin terangsang istriku ternyata benar-benar binal melebihi yang aku perkirakan. setelah melihat istriku wajahnya di semprot oleh sperma video itu pun detik saat kembali berlanjut suasana lingkungannya benar-benar berbeda dari sebelumnya yang merupakan taman. sekarang seperti sebuah warung terpencil di sebuah gang sepi dan terlihat beberapa anak berseragam putih biru dan 2 orang abg berseragam putih abu-abu sedang merokok. "nah itu adalah target kita sekarang kami udah survey tempat ini dan tempat ini memang adalah sebuah markas bagi anak-anak yang bolos sekolah karena pemilik warungnya saja masih berumur 19 tahun dan sangat akrab dengan anak-anak yang bolos itu. istriku terlihat saat itu memakai sebuah kaos putih lengan pendek yang sedikit ketat sehingga meonjolkan sedikit puting payudara istriku itu. dan celana hotpant yang sangat minim setiap lelaki pasti berfantasi kotor saat melihat keindahan tubuhnya. "andai saja istriku tidak mandul pasti aku jadi seorang laki-laki yang paling bahagia didunia ini karena memiliki istri se sexy dia." pikir ku dalam hati. istriku pun maju setelah di beri tanda oleh anak itu, istriku menuju tempat bolos anak-anak sekolah itu dengan istriku itu sampai ketempat anak-anak yang bolos sekolah itu dirinya langsung di kerubuni oleh para anak-anak yang berseragam putih abu-abu. mungkin istriku sedang di goda oleh mereka. benar saja dugaanku istriku sedang di goda buktinya anak-anak itu mulai mencolek-colek istriku yang berpenampilan seperti abg 17 tahunan itu. ketika kukira anak-anak abg itu hanya sekedar menggoda ternyata dugaanku salah ku lihat tanpa basa basi salah satu dari anak sekolahan itu langsung mencium istriku dengan buas sambil meremas pantat istriku yang montok itu. entah apa yang istriku katakan sampai anak itu berani langsung menciumi istriku seperti itu setelah itu ku lihat istriku di bawa masuk ke dalam warung kecil itu dan terlihat anak-anak sekolah itu semuanya seperti mengantri dengan rapih untuk ambil bagian. "ternyata amoy kita laku juga coy buktinya sekarnag dia ampe di gilir noh sama bocah-bocah yang bolos sekolah. " ujar anak yang merekam setelah itu videonya menjadi gelap sesaat lalu saat kembali menampilkan gambar yang terlihat adalah istriku yang sedang disetubuhi oleh anak kecil yang terlihat seperti masih berumur 13 sampai 15 tahunan. "liat neh amoy kita sedang di entotin ma ade kelas gua yang masih kelas 2 smp dan ini udah ronde ke 3 lho." ujar perekam itu. "ahhh.... andi... kontol kamu keras banget ahh... memek kakak kaya di sodok-sodok besi ahh.... " istriku meracau sambil menggigit bibir bawahnya karena menahan nikmat. lalu ku lihat beberapa detik kemudian tubuh istriku mulai bergetar dan begitu juga anak yang bernama andi itu mereka sama-sama mengalami orgasme. istriku itu benar-benar wanita murahan sekarang karena hanya melawan anak kelas 2 smp saja dia sampai orgasme seperti itu. "nah sekian buat hari ini besok kita mulai adegan baru lagi yang pastinya di tempat umu bro biar lebih greget." ujar anak itu lalu video pun selesai. di sambung ke video selanjutnya yang sama-sama berdurasi 2 jam. - BERSAMBUNG - Cerita Seks Sedarah mamaku jadi budak pemuasku seks Sudah lama aku menyimpan hubunganku dengan kakak tiriku. Mbak Santi sangat menikmati setiap permainan seks yang kami lakukan. Kami melakukannya tanpa sepengetahuan ibuku. Tujuanku sebenarnya adalah untuk menghukum ibu yang sudah berbuat tidak adil terhadap mbak Santi. Dan kesempatan itupun tiba. Aku saat ini sudah SMA. Dan mbak Santi juga badannya makin dewasa. Dadanya makin montok dan tubuhnya makin seksi. Yang aku heran adalah aku selalu menyemprotkan maniku ke dalam rahimnya, tapi sampai sekarang ia tak hamil-hamil, padahal aku berharap ia hamil, dan dari hasil hubunganku itu bisa menyelamatkan mbak Santi dari deritanya, tapi ternyata tidak begitu. Aku berhubungan dengan mbak Santi tidak setiap hari, sebab kami masih sekolah dan ada orang tua kami di rumah. Aku melakukan kalau sempat aja, tapi setiap permainan kami makin hot. Hari itu adalah aku masih di kelas 1 SMA. Pulang dari sekolah, aku hanya mendapati mbak Santi yang ternyata juga baru saja pulang. Aku langsung masuk ke kamarnya, kamar kami sekarang sudah terpisah, tapi aku masih sering main ke kamarnya, dan dia juga ke kamarku. Aku langsung peluk dia dari belakang. “Mbak, Rio kangen nih”, kataku. Ia menoleh sambil tersenyum. Aku melepaskan celanaku dan celana dalamku. Dan aku rebahan di tempat tidur. Seakan tahu maksudku, mbak Santi segera memegang penisku, lalu ia memasukkannya ke mulutnya. Ia hisap dan ia kocok dengan mulutnya, sementara ia membuka pakaian sekolahnya. Kini dihadapanku ada seorang gadis yang hanya memakai pakaian dalam sambil mengulum penisku. Ohh….nikmat sekali. Aku menikmati setiap hisapannya, Dan terkadang ia menjepit penisku di tengah dadanya. Ia suka melakukan itu. Siang itupun yang terjadi adalah, mbak Santi mengoralku dan memberikan kepuasan terhadapku. Peniskupun mulai keras. Sudah lumayan lama sih ngulumnya, aku mau sampai, aku cengkram pundak mbak Santi. Ia faham dan mulai mempercepat kocokan mulutnya, dan AAAHHHH…..crot..crot…crot…kusemprotkan di dalam mulutnya. Ia menghentikan kocokannya, sambil perlahan melepaskan penisku dari mulutnya. Ia mengurut penisku, sedikit sperma tampak keluar dari ujung penisku. Ia memuntahkan spermaku ke penisku. Oh….bercampur air liurnya membuatku puas, penisku serasa disiram air hangat. “Dek Rio puas?”, tanya mbak Santi. “Datang-datang koq langsung kepengen”. “Iya nih mbak”, jawabku. Ia mengambil tisu dan membersihkan spermaku. Kakakku sudah sangat ahli dalam memuaskanku. Dan aku ingin tahu bagaimana caranya biar ibuku takluk padaku. Dan mungkin aku punya rencana. Keesokan harinya, ibuku tidak pergi ke kantor. Ia mengeluh sakit. Sedangkan mbak Santi berangkat sekolah. Aku juga tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Pokoknya hari ini aku ingin ibuku takluk kepadaku. Langkah pertama adalah aku ke kamar ibu. “Lho, ma, nggak berangkat?”, tanyaku pura-pura tidak tahu. “Mama lagi flu nih, nggak enak body”, jawabnya. Mamaku itu walaupun usianya sudah hampir 40, tapi boleh dibilang ia sangat menjaga tubuhnya. Ia masih seksi, bokongnya masih naik dan dadanya masih montok. Aku sama sekali tak melihat keriput di wajahnya, sepertinya ia rajin merawat tubuhnya. Kebetulan hari itu ayah tiriku sedang ada tugas lama ke luar kota, jadinya aku dan ibuku sendirian di rumah. “Waduh…gimana tuh ma?”, tanyaku. “Ya akhirnya mama nggak masuk”, jawabnya singkat. “Udah mandi ma? Mau Rio mandiin?”, tanyaku. “Belum, dan terima kasih, mama bisa mandi sendiri”, jawabnya. “Tapi mamakan sakit, biar Rio yang mandiin”, kataku merayu. “Nggak ah, anak mamikan sudah besar, masak mau mandi bareng mami?” “Kan anak sendiri ma, emangnya nggak boleh?”, tanyaku. “Takut kenapa-napa ya? Mama ngeres!…” Ibuku tertawa. “Yee, kan Rio udah punya pacar, ntar pacarnya cemburu lagi.” “Pacar? nggak punya tuh ma”, kataku. “Kalau boleh sih, biar Rio yang mandiin mama, kalau nggak juga nggak papa” Mamaku diam sejenak. Mungkin ia harus berpikir logis. Dan akhirnya jawabnya, “Baiklah, mama akan ijinkan, lagipula anak mama ini sedikit genit.” Dan pucuk dicinta ulam pun tiba. Pertama-tama mama mencopot bajunya, ia memang sedikit lelah, bisa dilihat di matanya. Mamaku benar-benar telanjang di hadapanku, walaupun ia membelakangi aku, aku bisa melihat mulusnya tubuhnya. Mama lalu mengambil handuk piyamanya dan ia pakai. “Yuk”, ajak mama. Akupun ikut, aku lepas semua pakaianku dan aku hanya pakai handuk untuk menutupi pinggangku. Kamipun ada di kamar mandi sekarang. Di dalam bathup, mama membelakangiku dan melepas piyamanya, akupun melepas handukku. Air shower mengucur dari atas. Tubuhku dan tubuh mama tersiram air yang hangat. “Sini ma, Rio gosok”, kataku. Mama menurut saja. Akupun mengambil sabun dan menggosok punggung mama. Dan perlahan akupun mendekat hingga sekarang kakiku melingkar di pinggangnya, dan penisku menempel di pantatnya. Otomatis penisku menegang. Posisi itu sangat pas untuk dibuat bercinta. Tapi aku tak mau memulainya, aku ingin mama benar-benar takluk padaku. Mama mungkin merasakan penisku yang tegang. “Wah, anak mami sudah panas ternyata”, kata mama. “Iyalah ma, normal, wong lihat wanita secantik ini koq”, kataku. Mama tertawa. Akupun mulai mengusap-usap punggung mama. Sambil aku memijatnya. Mulanya pundak, lalu punggung. Tampak mama sangat menikmatinya. Dan akupun agak sedikit berani menyentuh payudaranya. Mama nggak marah. “Ma, bagian belakang sudah nih, bagian depan dong”, kataku. Mamaku berbalik. Dan, bisa dibilang pertama kali pandangannya tertuju pada batang penisku yang berdiri tegak. “Barang anak mami ini ternyata besar juga”, kata mamaku sambil mencubitnya. “Aw, ma…”, kataku sedikit manja. “Sama mama sendiri koq bisa terangsang sih?”, tanya mama. “Lha mau gimana ma, mama masih seksi, masih sintal dan benar-benar mulus”, kataku. “Bisa saja kamu”, kata mama. Aku pun mengusap tubuh mama bagian depan. Aku mengusap dadanya. Awal menyentuh sih, aku agak ragu, tapi aku perlahan menyentuh dada bagian atas, lalu mulai ke bawah, awalnya sih hanya menggosok, tapi kemudian aku sedikit memberikan pijatan. Tampak mama hanya memejamkan mata, serasa menikmatinya. Aku lalu menggosok ketiak mama, tangannya, pahanya, kakinya. Perlu diketahui, posisi penisku dan vagina mama saat itu sangat dekat, aku seakan-akan sudah siap untuk menusukkan penisku kalau aku mau. “Sudah ma, gantian dong”, kataku. Mama seperti tersambar petir. Ia membuka matanya dan agak gugup. Ia mengambil sabun dan menggosok dadaku, perutku dan ia agak canggung untuk menggosok penisku. “Kenapa ma?”, tanyaku ketika mama berhenti mau menggosoknya. “kasih sabun dong ma” Mama pun akhirnya menggosok penisku, oh…rasanya luar biasa. Jemari mamaku yang lentik dan bersabun itupun menggosok penisku. Aku pun hanya bisa memejamkan mata dan berkata, “Ahh….enak ma…”. “Waah, anak mami koq begitu sih?”, kata mama. “Ayo dong ma, terusin jangan berhenti pliiisss, sudah terlanjur basah nih”, kataku. “Tapi cuma ini aja ya!”, kata mama. “Janji!?” “Janji deh”, kataku. Mama pun akhirnya mengurut penisku. Ia sangat profesional sekali, jelaslah, kalau tidak mana mungkin papa tiriku mau dengannya. Punyaku terus dikocok dengan kedua tangannya. Aku tahu mama juga terangsang. Terlihat nafasnya juga seakan memburu. Ia menikmati pemandangan diriku yang terangsang akibat kocokan tangannya. “Oh maa…mama sangat seksi….ahh…”, kataku merancau. Mama diam saja. “Maa..oh…”. Aku memberanikan diri untuk menyentuh dadanya. Mama membiarkannya. Aku dikocoknya dengan sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Dan, kalau ini terus-terusan aku bisa jebol nih. Aku melihat mama melihat penisku, ia seakan menikmatinya, kulihat vaginanya yang bersih tanpa rambut itu benar-benar mulai dekat dengan buah pelirku, aku mencoba bergeser sedikit dan akhirnya vagina mama dan buah pelirku bersentuhan. Sensasi ini sungguh nikmat. Mama tampak menikmatinya juga. Ia mencoba menyembunyikannya dengan cara mempercepat kocokan penisku. Rasanya aku mau meledak. Dan….”Ahhh….maaa….oh….” Spermaku muncrat ke mana-mana. Tampak sebagian ke wajah mama. Nafasku tersengal-sengal dan mama tampak merasa aneh. Aku melihat ke wajahnya, bisa kulihat sedikit sperma menempel di dahinya. Mamaku membersihkannya. “Udah ya Ren, anak mami baru saja onani pake tangan mami, ternyata cukup besar juga punyamu”, kata mama. “Mami mau merasakan?”, tanyaku sedikit berani. “Hush, kamu itu anakku, cukup ini aja!!”, kata mama. “Kalau gitu sekarang gantian ma”, kataku. “Maksudmu?” Tanpa babibu, aku langsung menyentuh kewanitaannya. Mamiku agak kaget dan langsung berpegangan pada bathup. Aku menggesek-gesek klitorisnya. Hal yang sama aku lakukan kepadanya seperti dia melakukan padaku. Aku terus menggesek-geseknya sambil kumasukkan jari telunjukku ke dalamnya. Mama tak protes, ia malah menikmatinya, bahkan sekarang Mama benar-benar basah sekali. “Oh,…RIO…ackkhh…..penismu besar Rio,…akhhh”, mama mulai merancu. Dan tiba-tiba ia memelukku dan mencengkramku kuat. Aku percepat gesekan tangaku di vaginanya. Iapun menjerit. Nafasnya tersengal-sengal. Mama nggak ngerasa kalau dadanya menempel di dadaku. Aku keluarkan tanganku dan kulingkarkan di pinggang mama. Penisku menempel di perutnya. Ia seakan bertumpu ke pundakku. Mungkin mama lagi sakit makanya ia capek luar biasa. Lama sekali mama memelukku. Lalu ia kembali ke posisinya semula. Ia menyalakan shower membasahi tubuhnya. Setelah ia membersihkan tubuhnya, ia beranjak dari bathup dan pergi meninggalkanku sendirian. Kejadian itu pasti diingat mama terus. Malamnya, mama nonton tv di ruang tamu. Mbak Santi ada urusan ke rumah kakaknya. Sepertinya penting dan harus nginap. Jadi lagi-lagi di rumah ini hanya ada aku dan mamaku. Aku onani di kamarku, sambil membayangkan mama. Aku sengaja melakukannya agar mama melihatku. Biasanya mama tidur jam Saat itu sudah jam mama mematikan tv-nya dan berjalan ke kamarnya. Saat itu aku sengaja membuka sedikit pintu kamarku agar bsia dilihatnya. “Oh mama, aahh..ahhh,…ayo ma, digoyang ma…iya…ahhh”, kataku sambil mengocok penisku. Mamaku melihat itu. Ia mengintipnya dari pintu. Aku terus beronani hingga spermaku mau keluar. “Maaa….Rio mau sampe nih ma..keluarin di mulut mama aja ya…ahhh..ahhh…ma…nih ma…”.CRoott…spermaku keluar dan membasahi tanganku. Mamaku melihat itu semua dari pintu, lalu sebelum aku membersihkan spermaku, mama sudah pergi. Esoknya, mama tampak agak aneh. Kami diam saja di meja makan. Lalu ia bertanya, “Rio?” “Iya ma?”, tanyaku. “Kenapa Rio berfantasi tentang mami? Bukannya masih ada cewek lain?”, kata mamaku. “Habis peristiwa kemarin benar-benar membuat Rio terangsang ma”, jawabku. “Jangan Rio, aku ini mamamu”, kata mama. “Nggak sepantasnya anak sendiri ingin ibunya” “Tapi mama kemarin menimatinyakan?”, tanyaku. “Jaga mulutmu!”, jawabnya. “Udah deh ma, nggak usah munafik”, kataku. Cerita Seks Sedarah mamaku jadi budak seks ku PLAK!! mama menamparku. Aku sedikit frustasi. Lalu aku meninggalkan meja makan dan menuju ke tv. Aku nyalakan video player, setelah agak beberapa lama kemudian muncullah tayangan yang tida diduga oleh mama. Aku sebenarnya memasang kamera di kamar mandi mama, saat mama mengonani aku dan aku menggesek-geseknya. Mama terkejut. “Apa itu Rio? Apa?”, tanya mama. “Ini video copy ma, kalau mama nggak mau ini ada di tangan papa sekarang. Maka mama harus turuti kemauan Rio”, kataku tegas. “Apa maksudmu?” “Rio telah mengcopy banyak sekali video ini dan Rio kirim ke teman-teman Rio. Jadi kalau terjadi sesuatu dengan Rio, maka video ini nggak cuma ke papa aja, tapi juga ke teman, dan orang lain, atau mungkin tersebar di internet”, kataku. “Kurang ajar kamu ya”, kata mamaku marah. Ia mematikan videonya. “Eitt…ingat ma, aku masih punya copy-an dan aku tidak menggertak”, kataku. “Apa maumu Rio? Aku ini mamamu!”, katanya “Aku tahu, dan aku ingin mami jadi budakku untuk selamanya”, kataku. Mama tiba-tiba berlutut di hadapanku. “Pliss Rio kumohon, jangan lakukan itu…” Mama tampak menangis. Ia benar-benar tak ingin video itu tersebar ataupun menuruti kemauanku. “Simpel aja koq mam, mama turuti aku aja.” Mama agak berpikir panjang, aku biarkan ia berlutut sambil menundukkan kepala. Tapi aku tak mau menunggu. Aku melepaskan pakaianku satu per satu hingga sekarang aku tak pakai pakaian apapun. Mama melihatku. “Mau apa kamu?” “Mama, adalah budakku sekarang, terima kenyataan ini deh ma”, kataku. Mama benar-benar tak bisa apa-apa. Ia hanya pasrah. Akupun makin menguasai keadaan. Mama aku bopong ke sofa. Di sana aku lucuti seluruh pakaiannya. Mama benar-benar pasrah, air matanya mengalir. Aku ciumi bibirnya, kulumat lidahnya, kuhisap, lalu kuremas dadanya. Aku menyusu kepadanya sebagaimana aku menyusu ketika masih bayi. Mama hanya memejamkan mata. “Nikmati aja ma, Rio akan berikan kepuasan yang tidak diberikan oleh papa.” Aku menciumi seluruh tubuhnya, ketiaknya, bahunya, dadanya, putingnya yang berwarna coklat, pusarnya, pahanya, dan ketika aku hisap jempol kakinya, ia menggelinjang. Sepertinya mama benar-benar pasrah. Kuketahui setiap ciumanku di tubuhnya ia mendesah. Akupun ke vaginanya, dan tanpa basa-basi aku jilati tempat itu, tempat di mana aku lahir dulu. Aku jilati, aku basahi dengan ludahku, aku lumat, aku jilati klitorisnya, mama nggak tahan. Cairan kewanitaannya sangat banyak yang keluar. Mungkin ia mau orgasme. “Rio…ahh…Rio…jangan Rio…pliiisss, jangan perkosa mami”,kata mami memohon. Tapi aku tak tinggal diam. Mami meremas rambutku, lalu aku naik ke perutnya payu daranya kuhisap lagi. Aktivitasku aku hentikan. Aku sudah siap untuk menancapkan rudalku sekarang. Mama melihat moncong rudalku. Ia pasrah dan tahu bahwa benda itu akan masuk ke vaginanya. Dan benar, aku memasukkannya perlahan. Pertama-tama hanya seperempat yang masuk, ujungnya saja. Mamaku sudah bergelinjang. Lalu aku tekan sedikit hingga setengah yang masuk. Itupun sudah aku goyang maju mundur. Vaginanya sangat basah, cairan kewanitaannya sangat banyak, ia mungkin sudah orgasme dulu. Aku terus menekannya hingga penuh benar punyaku masuk. Mama tak bisa berkata apa-apa lagi sekarang, malah dia mengimbangiku dengan menekan pantatnya ke atas. Akupun segera menggoyangnya maju mundur. Kutindih mamaku, dada kami bersatu dan kucium bibirnya. Pantatku bergoyang seperti bor. Mencoba menuju puncak, untuk mengeluarkan spermaku. Aku tidak merasa puas dengan posisi seperti ini. Aku kemudian menghentikan gerakanku, kubalikkan tubuh mamaku yang lemas. Aku sodok dia dari belakang. Pantatnya sangat seksi. benar sekali, sensai doggy style ini luar biasa. Mama hanya berkata, “aah…ahh..ahh..oh…oh..ah..ahh..” “Enak ma?”, tanyaku. “Rio….ah…terus Rio…perkosa mama Rio…perkosa mama”, katanya merancau. Aku pun tak tinggal diam. Kupompa lebih cepat lagi. Oh…pantatnya benar-benar merangsangku, aku tak tahan lagi. “Ma, Rio mau keluar nih”, kataku. “Keluarin Rio, mama juga keluar”, katanya. CROOOOTT…..CROOOT…CROOT…., banyak sekali spermaku yang keluar ke dalam rahimnya. Aku memeluk mama dari belakang. Dan kami pun lemas. Aku peluk mama sambil meremas dadanya. Penisku masih di vaginanya. Posisi kami di atas sofa dengan kedua tanganku meremas dadanya, tubuh kami bersandar sofa. Nafas kami terengah-engah. Kamipun akhirnya tertidur. Satu jam kemudian aku terbangun. Mama sudah tidak kupeluk lagi. Ia duduk bersandar sofa. Matanya tampak sembab. Ia merasa bersalah. “Kenapa ma?”, tanyaku. “Rio tega sekali ama mami”, jawabnya.. “Tapi mama sukakan?”, tanyaku. “Tapi, mama sudah mengkhianati papi”, katanya. “Seharusnya tidak seperti ini”. Aku lalu memeluknya dari belakang. “Tidak masalah ma, ini akan kita jaga, rahasia ini akan kita jaga, selama mama menjaga rahasia juga”. Mama diam. Aku lalu beranjak dari sofa. Aku berdiri di hadapannya. “Kenapa Rio?”, tanyanya. “Sepon penis Rio dong, Rio belum puas”, kataku. Mama kali ini langsung nurut. Ia memegang ujung penisku. Dengan perlahan ia urut penisku, penisku yang masih tidur, langsung tegang. Lalu perlahan-lahan ia julurkan lidahnya, ia putar-putar lidahnya ke ujung penisku, lalu ia masukkan ke mulutnya. Yeah, nikmat sekali. Lalu ia basahi seluruh penisku dengan lidahnya, dijilati, dicium, dikocok diremas. Entah berapa lama aku berdiri dengan diberi kenikmatan itu, yang jelas, aku benar-benar puas saat spermaku muncrat di dalam mulut mamaku. Mama menghisapnya habis, menelannya bulat-bulat. Setelah kejadian itu, aku jadi makin berani dengan mamaku. Setiap malam aku selalu minta jatah. Setiap hari, bahkan mama mulai mengeluh kalau misalnya hamil bagaimana, aku tak peduli, mama sekarang menjadi budakku. Sebelum kami mengakhiri artikel ini, apakah kalian tertarik untuk bermain bandarqq di situs KEJUQQ SITUS JUDI DOMINO99 DOMINOQQ DAN BANDARQ ONLINE.

cerita seks budak seks